LAMPU DALAM AIR



LAMPU DALAM AIR

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Pendahuluan
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.02/Men/2011, Tentang Jalur Penangkapan Ikan Dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, Pasal 18 Alat Bantu Penangkapan Ikan terdiri dari Rumpon; dan Lampu; yang selanjutnya diperjelas dalam Pasal 20 ayat (1) Lampu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf b merupakan alat bantu untuk mengumpulkan ikan dengan menggunakan pemikat/atraktor berupa lampu atau cahaya yang berfungsi untuk memikat ikan agar berkumpul.
Teknologi Lacuda yang sebenarnya sudah cukup lama diperkenalkan kepada para nelayan, tetapi dalam perjalannanya teknologi ini  kurang berkembang, hal ini disebabkan karena nelayan beranggapan bahwa teknologinya terlalu sulit dan jika terjadi kerusakan pada Lacuda  , nelayan mengalami kesulitan untuk melakukan perbaikan. Pada sisi lain apabila nelayan menginginkan untuk membeli Lacuda banyak mengalami kendala seperti sulitnya mencari toko yang menjual Lacuda, selain harganya masih relative mahal.
Dengan perkembangan teknologi di bidang material, persoalan persoalan yang dihadapi para nelayan dalam pembuatan Lacuda dapat diatasi melalui pelatihan.
Sebagai salah satu bentuk upaya mempercepat terwujudnya kejayaan dibidang maritim, yaitu dengan mengaktualisasikan program Blue Economy –nya, Balai Diklat Perikanan Banyuwangi telah mengembang dan melatihkan  teknik pembuatan Lacuda dengan metode yang disederhanakan, sehingga memungkinkan bagi para nelayan dengan memanfaatkan material yang tersedia disekitarnya bisa membuat Lacuca dengan baik dan benar.
Sumberdaya Perikanan khususnya laut kita, hampir di semua WPPNRI diperbolehkan menggunakan ABPI yang berupa Lampu. Tabel dibawah ini merupakan beberapa jenis alat penankap ikan yang menggunakan ABPI yang berupa lampu dan diperbolehkan  digunakan pada daerah penangkapan ikan sesuai Permen KP No.02/2011.  Alat  bantu penangkapan ikan, ukuran selektifitas dan kapasitas API dan ABPI  dimaksud    adalah dapat dilihat pada table 1 sebagai berikut :

No
Alat Tangkap
Ukuran
Selektifitas dan
kapasitas API
Ukuran Lampu (Watt)
Ukuran Kapal
Jalur PI / WPP
diijinkan
1.
Pukat cincin pelagis
kecil dengan satu
kapal
Mesh size >1 inch;
Tali ris atas <300 m
Lampu <
4.000 watt
Sd 5 GT
5 sd 10 GT
IB, II ,III, 571, 711, 712, 713. 715, 718
Mesh size >1 inch;
Tali ris atas <400 m
Lampu <
8.000 watt
10 sd 30 GT
II, III, 571, 711, 712, 713. 715, 718
Mesh size >1 inch;
Tali ris atas <600 m
Lampu <
16.000 watt
30 GT Up
III, 571, 711, 712, 713.715,  718
2
Pukat cincin pelagis
besar dengan satu
kapal
Mesh size >3 inch;
Tali ris atas <700 m
Lampu <
16.000 watt
10 SD 30 GT
II, III, 572, 573, 714, 716,717
Mesh size >3 inch;
Tali ris atas <1500 m
Lampu <
16.000 watt
30 GT Up
III, 572, 573, 714, 716, 717
3
Pukat cincin grup
pelagis besar
Mesh size >3 inch;
Tali ris atas <1500 m
Lampu <
16.000 watt
30 UP
III, 572, 573, 714, 716, 717.
4
Bagan berperahu
Mesh size >1 mm; P
<5 m; L <5 m
Lampu
<2000 watt
< 5 GT
IB,571,  572, 573, 711, 712, 713, 714, 715, 716, 717, 718
Mesh size >1 inch; P
<20 m; L <20 m
Lampu
<2000 watt
 5 SD 10 GT
IB , II, 571,  572, 573, 711, 712, 713, 714, 715, 716, 717, 718
Mesh size >1 inch; P
<30 m; L <30 m
Lampu
<2000 watt
10 SD 30 GT
II, III, 571,  572, 573, 711, 712, 713, 714, 715, 716, 717, 718
5
Bouke ami
Mesh size >1 inch; P<20 m; L <20 m

Lampu
<8000 watt
10 SD 30 GT
II, III, 571,  572, 573, 711, 712, 713, 714, 715, 716, 717, 718
Mesh size >1 inch; P<30 m; L <30 m

Lampu
<16000 watt
30 GT UP
III, 571,  572, 573, 711, 712, 713, 714, 715, 716, 717, 718
6
Bagan tancap
Mesh size >1 mm; P<5 m; L <5 m

Lampu
<2000 watt
-
IA, IB, 571,  572, 573, 711, 712, 713, 714, 715, 716, 717, 718
7
Jala jatuh berkapal (Cast nets)
Mesh size >1 inch; P<20 m; L <20 m

Lampu
<16000 watt
30 UP
III, 571,  572, 573, 711, 712, 713, 714, 715, 716, 717, 718
8
Jermal
Mesh size >1 inch; P<10 m; L <10 m

Lampu
<2000 watt

IA, 571,  572, 573, 711, 712, 713, 714, 715, 716, 717, 718
9
Squid angling

Lampu <8000 watt
5 SD 10 GT, 10-30 GT, 30 GT UP
IB, II, III, 571,  572, 573, 711, 712, 713, 714, 715, 716, 717, 718
10
Squid jigging

Lampu <8000 watt
10 SD 30 GT
II, III, 571,  572, 573, 711, 712, 713, 714, 715, 716, 717, 718

Berdasarkan data luasan area yang boleh memanfaatkan lampu sebagai alat bantu penangkapan ikan, maka kita perlu terus memperkenalkan/melatihkan  teknologi Lacuda  kepada para nelayan, guna untuk meningkatkan efisiensi dan produktifitas usaha penangkapannya.

Lampu sebagai salah satu alat bantu pengumpul ikan yang direkomendasikan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam upaya meningkatkan efektifitas kegiatan usaha penangkapan ikan. Cahaya lampu dengan berbagai tingkat kekuatan (watt) telah terbukti mampu meningkatkan hasil tangkapan yang dilakukan oleh nelayan. Selain kekuatan (watt), factor warna cahaya lampu yang digunakan sebagai alat bantu penangkapan ikan juga mampu memberikan intensitas yang berbeda beda oleh setiap warna cahaya yang dihasilkan.
Banyak sumber cahaya yang biasa digunakan pada perikanan bagan. Misalnya petromaks, lampu bohlam dan lampu neon. Ketiga sumber cahaya ini sebenarnya merupakan alat penerangan yang dialihfungsikan sebagai alat bantu penangkapan ikan. Dari ketiga jenis lampu tersebut, nelayan umumnya lebih menyukai petromaks.  Hal ini karena harganya murah, awet, mudah pengoperasiannya, mudah perawatannya dan mudah didapat. Adapun jenis lampu yang benar-benar dikhususkan sebagai alat bantu penangkapan ikan dengan bagan sebenarnya telah diproduksi. Lampu tersebut dinamakan Lacuba (Lampu celup bawah air). Walaupun telah terbukti mampu meningkatkan hasil tangkapan nelayan hingga 2-3 kali lipat dibanding dengan menggunakan lampu petromaks, Lacuba bukanlah menjadi pilihan utama dari para nelayan Indonesia, khususnya bagi nelayan dengan ukuran perahu kecil (kurang dari 5 GT),  hal ini disebabkan oleh harga Lacuba yang jauh lebih mahal dan sulit untuk didapatkan.
Permasalahan utama yang ada pada perikanan skala kecil yang memanfaatkan lampu sebagai alat bantu penangkapan ikan adalah kurang terfokusnya ikan pada areal   jaring ketika alat tangkap  dioperasikan, sehingga banyak ikan yang bersifat fototaksis positif masih tersebar di luar jangkauan disekitar areal   jaring. Ikan yang tertangkap hanyalah sebagian kecil dari ikan yang tersebar di sekitar areal jaring  , yaitu ikan yang tersebar di dekat areal jaring. Hal ini berbeda dengan cahaya Lacuba yang terfokus pada areal sekitar  jaring.
Beberapa kajian mengenai pemanfaatan cahaya lampu sebagai alat bantu penangkapan ikan telah banyak dilakukan. Diantaranya adalah perbandingan hasil tangkapan bagan (light fishing) yang menggunakan beberapa warna cahaya di perairan Lero (Pinrang), Sulawesi Selatan; pengaruh beberapa jenis kap lampu pada pencahayaan bagan diesel terhadap nilai iluminasi cahaya dan hasil tangkapan ikan pelagis di perairan Carocok, Pesisir Selatan; iluminasi cahaya lampu petromaks pada medium udara; dan pemusatan cahaya petromaks pada areal kerangka jaring di permukaan air dengan menggunakan tudung berbentuk kerucut terpacung: pengaruhnya terhadap hasil tangkapan bagan.  Hasilnya dari sekian banyak kajian , sebagian besar menunjukkan adanya pengaruh yang sangat nyata dapat meningkatkan produksi hasil tangkapan.


1.2. Tujuan.
Teknologi lacuda yang selama ini dianggap sulit, diharapkan melalui pelatihan pembuatan Lacuda dengan memanfaatkan bahan bahan yang ada di sekitar tempat tinggal nelayan, peserta pelatihan bisa membuat lacuda dengan baik dan benar sesuai dengan kebutuhan sebagai alat bantu penangkapan ikan.



BAB II
C A H A Y A
2.1. Sifat Cahaya
Cahaya merupakan suatu bentuk gelombang elektromagnetik yang dapat merambat tanpa medium perantara. Cahaya digolongkan pada beberapa panjang gelombang dengan kisaran yang luas. Cahaya tampak memiliki panjang gelombang berkisar 380-750 nm dan frekuensi berkisar 3,87x1014 - 8,35x1014 Hz.12,13 Cahaya menyebar dalam bentuk gelombang elektromagnetik dengan kecepatan pada ruang hampa mencapai 299.792.458 m/s. Hubungan antara warna dan panjang gelombang cahaya dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Hubungan antara warna dan panjang gelombang cahaya dapat dilihat seperti berikut :
Tabel 2.1 Warna dan panjang gelombang cahaya
Warna
Panjang gelombang
Ungu
380 - 450 nm
Biru
450 - 495 nm
Hijau
495 - 570 nm
Kuning
570 - 590 nm
Jingga
590 - 620 nm
Merah
620 - 750 nm

Kecepatan rambat cahaya pada suatu media seperti udara atau air lebih kecil daripada di ruang hampa udara. Ketika cahaya merambat melalui suatu media menuju media lainnya, frekuensi cahaya tersebut tidak berubah, tetapi perubahan terjadi pada kecepatan rambat yang diikuti perubahan panjang gelombangnya, karena perbandingan antara cepat rambat dan panjang gelombang harus selalu konstan.
Dari enam warna cahaya (Tabel 2.1), cahaya warna biru dan hijau paling dalam menembus lapisan perairan, sementara warna merah dan ungu terabsorpsi oleh air hanya beberapa meter setelah menembus permukaan laut.
Intensitas cahaya adalah banyaknya pancaran cahaya yang jatuh pada suatu permukaan bidang.  Intensitas cahaya sangat tergantung pada jenis sumber cahaya dan jarak antara sumber cahaya dengan permukaan bidang. Semakin jauh jarak sumber cahaya dengan bidang, maka intensitasnya semakin menurun. Pendugaan nilai intensitas cahaya pada suatu kedalaman dapat ditentukan dengan Persamaan berikut ini.

Ia = Iue-kx )
Keterangan:
Ia = Intensitas di air (lux);
Iu = Intensitas di udara (lux);
e = Konstanta Euler sebesar 2,718;
k = Koefisien pemudaran air (m-1);
x = Jarak terhadap sumber cahaya (m)

Cahaya yang masuk ke dalam air mengalami penurunan intensitas yang jauh lebih besar bila dibandingkan dengan udara. Hal tersebut terutama diakibatkan adanya penyerapan cahaya oleh berbagai partikel dalam air. Kedalaman penetrasi cahaya dalam laut tergantung beberapa faktor, antara lain absorpsi cahaya oleh partikel-partikel air, panjang gelombang cahaya, kejernihan air, pemantulan cahaya oleh permukaan air, serta lintang geografis dan musim (cahaya matahari).17 Daya penglihatan ikan banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut.

2.2. Sensitifitas Ikan Terhadap Cahaya
Ikan mempunyai suatu kemapuan yang mengagumkan untuk dapat melihat pada waktu siang hari dengan kekuatan penerangan ratusan ribu lux sampai dalam keadaan hampir gelap sama sekali. Kuat penerangan ini erat hubungannya dengan tingkat sensitifitas penglihatan ikan, dengan kata lain bahwa berkurangnya kuat penerangan akan mengakibatkan berkurangnya jarak penglihatan ikan.
Sensitifitas mata ikan laut pada umumnya sangat tinggi. Kalau cahaya biru-hijau yang mampu diterima mata manusia hanya sebesar 30% saja, mata ikan mampu menerimanya sampai 75%. Retina mata beberapa jenis ikan laut dalam bahkan dapat menerimanya sampai 90%. Pada umumnya ikan tertarik pada panjang gelombang sekitar 450 - 570 nm, yaitu warna biru dan hijau.  Sebagai referensi untuk mengetahui bagaimana perbandingan kepekaan mata manusia dengan ikan terhadap cahaya dapat dilihat pada Gambar 1

 

 Gambar 1: Perbandingan kepekaan warna antara mata ikan dan mata manusia

2.3.  Reaksi Ikan Terhadap Cahaya
Indera penglihatan pada sebagian besar ikan merupakan indera utama yang memungkinkan terciptanya pola tingkah laku mereka terhadap keadaan lingkungannya. Kemampuan indera mata ikan memungkinkan untuk dapat melihat pada hampir seluruh lingkungan di sekelilingnya. Hanya suatu daerah sempit yang tidak dapat dilihat oleh ikan. Daerah sempit tersebut dikenal sebagai dead zone.
Penyebab tertariknya ikan oleh cahaya sebagian didasari oleh disorientasi penglihatan ikan.  Ikan dalam keadaan lapar akan lebih mudah terpikat cahaya daripada ikan-ikan yang tidak lapar. Ikan-ikan yang muda mempunyai ketertarikan yang lebih baik terhadap cahaya daripada ikan-ikan yang telah tua.
Ada dua pola reaksi ikan terhadap cahaya, yaitu fototaksis dan fotokinesis. Fototaksis merupakan gerakan spontan dari ikan untuk mendekati atau menjauhi cahaya. Fotokinesis merupakan gerakan yang ditimbulkan oleh hewan dalam kebiasaan hidupnya.  Fototaksis dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
(1) Fototaksis positif (photopholic) : berenang mendekati sumber cahaya.
(2) Fototaksis negatif (photophobia) : berenang menjauhi sumber cahaya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat fototaksis pada ikan, yaitu:
(1) Faktor internal
a. Jenis kelamin: beberapa jenis ikan betina bersifat fototaksis negatif ketika matang gonad, akan tetapi ikan jantan pada jenis yang sama bersifat fototaksis positif ketika matang gonad.
b. Penuh atau tidaknya perut: ikan yang sedang lapar lebih bersifat fototaksispositif daripada ikan dengan perut penuh.
(2) Faktor eksternal
a. Suhu air: ikan akan mempunyai sifat fototaksis yang kuat apabila berada pada lingkungan dengan suhu air yang optimal (sekitar 28 ºC).
b. Tingkat cahaya lingkungan: siang hari atau pada saat bulan purnama akan mengurangi sifat fototaksis.
c. Intensitas dan warna sumber cahaya: jenis ikan yang berbeda akan berbeda pula responnya terhadap intensitas dan warna cahaya.
d. Ada atau tidaknya makanan: beberapa jenis ikan akan bersifat fototaksis apabila terdapat makanan, sedangkan jenis lainnya akan berkurang sifat fototaksisnya.
e. Kehadiran predator akan mengurangi sifat fototaksis.

Peristiwa berkumpulnya ikan di bawah sumber cahaya dapat dibedakan menjadi:
(1) Peristiwa langsung, yaitu berkumpulnya ikan karena tertarik cahaya lampu yang digunakan atau ikan bersifat fototaksis positif.
(2) Peristiwa tidak lagsung, yaitu berkumpulnya ikan karena tujuan mencari makan yang disebabkan oleh adanya plankton dan ikan kecil yang terpikat cahaya.
Ikan ternyata mempunyai penglihatan yang cukup baik untuk membedakan warna. Ikan umumnya sangat peka terhadap cahaya yang datang dari arah dorsal tubuhnya. Ikan akan cenderung berorientasi ke arah kanan dari datangnya cahaya.  Ikan tidak menyukai cahaya yang datang dari arah ventral atau bagian bawah tubuhnya.  Bila keadaan tidak memungkinkan untuk turun ke arah sumber cahaya, ikan menyebar ke arah horizontal. Ikan yang tertarik pada cahaya pada umumnya menyukai cahaya yang terang dan tenang. Cahaya yang tidak tenang (flickering light) seperti petir dan lampu senter yang dihidupmatikan akan menakutkan atau setidaknya menggangu syaraf ikan.  Pemanfaatan

2.4. Cahaya dalam Operasi Penangkapan Ikan
Pemanfaatan cahaya untuk alat bantu penangkapan ikan dilakukan dengan memanfaatkan sifat fisik dari cahaya buatan itu sendiri.  Masuknya cahaya ke dalam air sangat erat hubungannya dengan panjang gelombang yang dipancarkan oleh cahaya tersebut. Semakin besar panjang gelombang cahaya, maka semakin kecil daya tembusnya ke dalam perairan.
Faktor-faktor lain yang juga menentukan menyebarnya cahaya di dalam air adalah absorpsi (penyerapan) cahaya oleh partikel-partikel air, kejernihan dan musim (cahaya matahari).  Dengan sifat-sifat fisik yang dimiliki cahaya dan kecenderungan tingkah laku ikan dalam merespon adanya cahaya, nelayan kemudian menggunakan cahaya buatan untuk mengelabuhi ikan sehingga memudahkan dalam operasi penangkapan ikan.
Pada awal operasi penangkapan, nelayan biasanya menyalakan lampu yang bercahaya biru untuk menarik ikan yang jauh dari jaring. Hal ini disebabkan cahaya biru mempunyai panjang gelombang paling pendek dan daya tembus ke dalam perairan relatif paling jauh dibandingkan warna cahaya tampak lainnya. Setelah ikan tertarik mendekati cahaya, ikan-ikan tersebut kemudian dikumpulkan sampai pada jarak jangkauan alat tangkap (cathability area) dengan menggunakan cahaya yang lebih rendah frekuensinya (hijau dan kuning), secara bertahap. Dengan sistem ini, maka operasi penangkapan ikan akan lebih mudah dan nilai keberhasilannya lebih tinggi.
Faktor utama yang harus diperhatikan para nelayan dalam memanfaatkan cahaya untuk membantu operasi penangkapan ikan adalah kedalaman dan warna dari perairan itu sendiri. Hubungan kedalaman dan warna air dengan penggunaan alat bantu cahaya dapat dilihat pada Tabel 2.2.
 Tabel 2.2 Hubungan kedalaman dan warna air dengan penggunaan alat bantu cahaya.
Kedalaman (meter)
Warna Laut
Keterangan
2
1 – 2,5
2 – 3,5
3 – 4,5
Coklat
Coklat kekuningan
Kuning kecoklatan
Kuning
Penangkapan dengan alat bantu cahaya, tidak efisien untuk dilakukan
4 – 5,5
5 – 7
9 – 10
Kuning kehijauan
Hijau kekuningan
Hijau
Penangkapan dengan alat bantu cahaya, kurang efisien untuk dilakukan
10 – 11
12 – 16
17 – 29
>30
Hijau kebiruan
Biru kehijauan
Biru
Biru gelap
Penangkapan dengan alat bantu cahaya




BAB III
PEMBUATAN LAMPU DALAM AIR
3.1. Jenis Lampu
Penerangan dengan lampu disebut juga penerangan buatan, lampu menjadi elemen yang sangat vital untuk penerangan malam hari karena kemudahan memakai lampu dibandingkan sumber cahaya lain seperti cempluk (lampu minyak), obor, atau penerangan lain. Berbagai jenis lampu tersedia di pasaran dan masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri. Memilih jenis lampu hemat energi, misalnya, akan mempengaruhi keawetan (lama waktu kita memakai lampu tersebut) serta biaya listrik operasional yang dibutuhkannya. Apa saja jenis lampu dan kelebihan serta kekurangannya?

3.1.1. Lampu Pijar
Jenis lampu yang dikembangkan Thomas Alfa Edison ini memakai filament tungsten yaitu semacam kawat pijar didalam bola kaca yang diisi gas nitrogen, argon, kripton, hidrogen dan sebagainya. Lampu ini membutuhkan lebih banyak energi dibandingkan lampu TL untuk mendapatkan tingkat terang yang sama. Lampu pijar atau bohlam biasa ini hanya bertahan 1000 jam atau untuk rata-rata pemakaian 10 jam sehari semalam, hanya bertahan kira-kira 3 – 4 bulan, dan setelah itu

 
Gamabar2 : Lampu Pijar

kita harus membeli bohlam baru. Sebaiknya kita memperhatikan bahwa lampu pijar memang murah, namun hanya bertahan 3-4 bulanan saja. 

Konstruksi
Komponen utama dari lampu pijar adalah bola lampu yang terbuat dari kaca, filamen yang terbuat dari wolfram, dasar lampu yang terdiri dari filamen, bola lampu, gas pengisi, dan kaki lampu.

                                                 1. Bola lamp
 2. Gas bertekanan           rendah (argon, neon, nitrogen)
3. Filamen wolfram
4. Kawat penghubung ke
kaki tengah
5. Kawat penghubung keulir
6. Kawat


 
Gambar 3 : Bagian Bagian Lampu Pijar

Bola lampu
Selubung gelas yang menutup rapat filamen suatu lampu pijar disebut dengan bola lampu. Macam-macam bentuk bola lampu antara lain adalah bentuk bola, bentuk jamur, bentuk lilin, dan bentuk lustre.[13] Warna bola lampu antara lain yaitu bening, warna susu atau buram, dan warna merah, hijau, biru, atau kuning.[13]

Gas pengisi
Pada awalnya bagian dalam bola lampu pijar dibuat hampa udara namun belakangan diisi dengan gas mulia bertekanan rendah seperti argon, neon, kripton, dan xenon atau gas yang bersifat tidak reaktif seperti nitrogen sehingga filamen tidak teroksidasi.[1] Konstruksi lampu halogen juga menggunakan prinsip yang sama dengan lampu pijar biasa[1], perbedaannya terletak pada gas halogen yang digunakan untuk mengisi bola lampu.

Kaki lampu
Dua jenis kaki lampu adalah kaki lampu berulir dan kaki lampu bayonet yang dapat dibedakan dengan kode huruf E (Edison) dan B (Bayonet), diikuti dengan angka yang menunjukkan diameter kaki lampu dalam milimeter seperti E27 dan E14.

3.1.2 Lampu TL (Fluorescent)
Jenis lampu ini juga dikenal dengan lampu neon. Dewasa ini lampu neon bentuknya macam-macam, ada yang bentuknya memanjang biasa, bentuk spiral atau tornado, dan ada juga yang bentuk memanjang vertikal dengan fitting (bentuk pemasangan ke kap lampu) yang mirip seperti lampu pijar biasa. Lampu TL lebih hemat energi dibandingkan lampu pijar, karena lebih terang. Untuk lampu TL yang baik (merk bagus), bisa bertahan 15.000 jam atau setara dengan 10 tahun pemakaian, harganya juga sekitar 10x lampu pijar biasa. Sedangkan lampu TL yang berkualitas buruk mungkin bisa bertahan 4-6 bulan saja (dewasa ini banyak bermunculan merk lampu ‘hemat energi’ yang murah, namun kualitasnya rendah).



Gambar 4 : Lampu TL

Lampu TL saat ini juga banyak memiliki varian dan bentuk seperti diatas dengan fitting ulir yang biasa dipakai untuk lampu bohlam biasa.

Dengan jumlah watt (energi listrik) yang lebih kecil, lampu TL atau neon lebih murah digunakan daripada membeli lampu pijar biasa, dan saat ini jenis lampu TL juga bervariasi baik bentuk, fitting pemasangan, serta warna cahayanya ada yang putih, kuning, dan warna lainnya. Dengan keseimbangan antara harga dan lama pemakaian Warna cahaya lampu pijar adalah: kuning  netral dan putih.

3.1.3  Lampu Halogen
lampu halogen biasanya memiliki reflektor (cermin dibelakangnya) untuk memperkuat cahaya yang keluar. Fittingnya biasanya khusus, namun saat ini ada pula yang dengan jenis fitting biasa. Lampu jenis ini merupakan lampu spot yang baik. Lampu spot adalah lampu yang cahayanya mengarah ke satu area saja, misalnya lampu untuk menerangi benda seni secara terfokus. Lampu ini baik untuk digunakan sebagai penerangan taman untuk membuat kesan dramatis dari pencahayaan terpusat seperti menerangi patung, tanaman, kolam atau area lainnya. Jenis lampu ini sebenarnya merupakan lampu filament yang sudah berhasil dikembangkan menjadi lebih terang, namun juga kebutuhan energi (watt) yang relatif sama.
Gambar 5 :Lampu Halogen

Warna cahaya lampu halogen adalah: halogen biasa, kuning ,  halogen high pressure putih

3.1.4. Lampu LED
Pengertian LED (Light Emitting Diode) dan Cara Kerjanya 

 
Gambar 6 : Lampu LED

Pengertian LED (Light Emitting Diode) dan Cara Kerjanya
– Light Emitting Diode atau sering disingkat dengan LED adalah komponen elektronika yang dapat memancarkan  cahaya monokromatik ketika diberikan tegangan maju. LED merupakan keluarga Dioda yang terbuat dari bahan semikonduktor. Warna-warna Cahaya yang dipancarkan oleh LED tergantung pada jenis bahan semikonduktor yang dipergunakannya. LED juga dapat memancarkan sinar inframerah yang tidak tampak oleh mata seperti yang sering kita jumpai pada Remote Control TV ataupun Remote Control perangkat elektronik lainnya.
Bentuk LED mirip dengan sebuah bohlam (bola lampu) yang kecil dan dapat dipasangkan dengan mudah ke dalam berbagai perangkat elektronika. Berbeda dengan Lampu Pijar, LED tidak memerlukan pembakaran filamen sehingga tidak menimbulkan panas dalam menghasilkan cahaya.  Oleh karena itu, saat ini LED (Light Emitting Diode) yang bentuknya kecil telah banyak digunakan sebagai lampu penerang dalam LCD TV yang mengganti lampu tube.
Simbol dan Bentuk LED (Light Emitting Diode)

 
Gambar 7 : Bentuk dan Simbol LED

Cara Kerja LED (Light Emitting Diode)
Seperti dikatakan sebelumnya, LED merupakan keluarga dari Dioda yang terbuat dari Semikonduktor. Cara kerjanya pun hampir sama dengan Dioda yang memiliki dua kutub yaitu kutub Positif (P) dan Kutub Negatif (N). LED hanya akan memancarkan cahaya apabila dialiri tegangan maju (bias forward) dari Anoda menuju ke Katoda.
LED terdiri dari sebuah chip semikonduktor yang di doping sehingga menciptakan junction P dan N. Yang dimaksud dengan proses doping dalam semikonduktor adalah proses untuk menambahkan ketidakmurnian (impurity) pada semikonduktor yang murni sehingga menghasilkan karakteristik kelistrikan yang diinginkan. Ketika LED dialiri tegangan maju atau bias forward yaitu dari Anoda (P) menuju ke Katoda (K), Kelebihan Elektron pada N-Type material akan berpindah ke wilayah yang kelebihan Hole (lubang) yaitu wilayah yang bermuatan positif (P-Type material). Saat Elektron berjumpa dengan Hole akan melepaskan photon dan memancarkan cahaya monokromatik (satu warna).

 
Gambar 8 : P-Type dan N Type pada LED

LED atau Light Emitting Diode yang memancarkan cahaya ketika dialiri tegangan maju ini juga dapat digolongkan sebagai Transduser yang dapat mengubah Energi Listrik menjadi Energi Cahaya.

Warna-warna LED
Tabel 3 : warna warna LED
Bahan Semikonduktor
Wavelength
Warna
Gallium Arsenide (GaAs)
850-940nm
Infra Merah
Gallium Arsenide Phosphide (GaAsP)
630-660nm
Merah
Gallium Arsenide Phosphide (GaAsP)
605-620nm
Jingga
Gallium Arsenide Phosphide Nitride (GaAsP:N)
585-595nm
Kuning
Aluminium Gallium Phosphide (AlGaP)
550-570nm
Hijau
Silicon Carbide (SiC)
430-505nm
Biru
Gallium Indium Nitride (GaInN)
450nm
Putih


3.2. Bahan PVC
Polimer merupakan salah satu bahan buatan yang bila ditinjau dari proses pembuatannya, dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok, yaitu thermoplastics dan thermosetting plastics (Smith, 1998). Thermoplastics adalah bahan polimer yang pembuatan dan pembentukannya memerlukan panas, dan setelah temperaturnya berada di bawah temperatur transisi gelasnya, bahan akan terbentuk sesuai dengan bentuk cetakannya. Sifat utama bahan ini adalah sifatnya yang relatif tetap (tanpa mengalami perubahan yang berarti), sekalipun dilakukan perubahan bentuk yang berulang-ulang. Salah satu bahan polimer dari jenis ini adalah polyvinyl chloride (PVC).
PVC merupakan polimer bertipe thermoplastics yang mempunyai bentuk monomer . Bentuk ini mempunyai titik leleh (melting point) sekitar 204 oC, dan temperatur transisi gelas antara 70 – 100 oC. Berat jenisnya antara 1.49 – 1.58 g/cm3, dan kekuatan tarik antara 51.75 – 62.1 MPa, dengan temperatur kerja maksimum tanpa pembebanan sebesar 110 oC.
Sifat lainnya yang penting, yang sangat berbeda dengan bahan lain terutama logam, adalah sifat polimer yang tergantung pada waktu. Bahan yang bersifat demikian disebut anelasticity material (Dieter, 1981). 

3.3. Bahan Isolator.
Karet Silikon & Aplikasinya
Karet silikon merupakan suatu elastomer (bahan seperti-karet) yang tersusun dari silikon—polimer. Karet silicon  itu sendiri mengandung silikon bersama dengan karbon, hidrogen, dan oksigen. Karet silikon digunakan secara luas dalam industri, dan banyak formulasinya. Karet silicon sering kali satu- atau dua-bagian polimer, dan mungkin mengandung bahan pengisi untuk memperbaiki sifat-sifat atau mengurangi biaya.
Karet silicon secara umum non-reaktif, stabil, dan tahan terhadap lingkungan dan suhu ekstrim dari −55 °C sampai +300 °C sambil masih mempertahankan sifat-sifatnya yang berguna. Karena sifat-sifat tersebut dan mudahnya fabrikasi dan pembentukan, karet silikon dapat ditemukan luas dalam berbagai produk, termasuk: aplikasi otomotif; produk-produk memasak, pembakaran, dan penyimanan makanan; pakaian seperti pakaian dalam, pakaian olah raga, dan alas kaki; elektronik; perangkat medis dan implant; dan perangkat keras dengan produk-produk seperti lem silikon.

Sifat-sifat
Karet silikon menawarkan daya tahan yang baik terhadap suhu ekstrim, yang mampu beroprerasi secara normal dari −55 °C sampai +300 °C. Pada suhu ekstrim, kekuatan meregang, pemanjangan, daya tetes dan setelan tekanan dapat jauh lebih unggul dibandingkan karet konvensional meskipun masih relatif rendah dibandingkan dengan bahan lain. Karet organik memiliki kerangka karbon-karbon yang dapat meninggalkan kepekaan mereka terhadap ozon, UV, panas dan faktor usia bahwa karet silikon dapat bertahan dengan baik. Ini membuatnya salah satu elastomer pilihan di banyak lingkungan ekstrim.
Dibandingkan dengan karet organik, karet silikon memiliki kekuatan meregang sangat rendah. Untuk alasan ini, kekhawatiran diperlukan dalam mendisain produk-produk untuk bertahan bahkan low imposed loads. Material ini juga sangat sensitif terhadap lelah dari pemuatan siklik. Karet silikon suatu material sangat inert dan tidak bereaksi dengan kebanyakan zat kimia.  

Aplikasi
Setelah dicampur dan berwarna, karet silikon dapat diekstrusi ke tabung, strip,
kabel padat sesuai pembatasan ukuran produsen. Kabel dapat bergabung untuk membuat O-ring dan propil diekstrusi dapat bergabung untuk membuat segel. Karet silikon dapat dicetak ke dalam bentuk kostum dan desain. Produsen bekerja untuk mengatur toleransi industri saat ekstrusi, memotong atau bergabung dengan profil karet silikon.  
Produk karet silikon dapat ditemukan di setiap ruangan rumah khas. Dari aplikasi otomotif, hingga berbagai macam produk memasak, makanan, kue, dan produk penyimpanan pakaian, untuk pakaian dalam, pakaian olahraga, dan alas kaki, elektronik, untuk perbaikan rumah dan perangkat keras, dan sejumlah aplikasi yang tak terlihat. Panel surya pemanas air toleran-beku meng-eksploitasi elastisitas silikon untuk berulang kali mengakomodasi ekspansi air pada titik beku, sementara toleransi suhu ekstrim memberikan kurangnya kerapuhan di bawah titik beku dan toleransi yang sangat baik suhu tinggi lebih dari 150 °C. Juga, sifat-sifat higienisnya yang tidak memiliki kerangka karbon, tetapi sebaliknya secara kimia memiliki kerangka silikon yang kuat, mengurangi potensinya sebagai sumber makanan bagi bakteri berbahaya yang berasal dari air seperti Legionella.

3.4. Alat dan Bahan  
Alat yang digunakan  , tang, penggaris, pisau, gergaji dan gunting, Tang potong, tang buaya, pisau, gunting pompa silicon, obeng plus dan min.

Bahan bahan Pembuatan Lacuda
Alat yang digunakan  , tang, penggaris, pisau, gergaji dan gunting.
Bahan yang digunakan    :


Ø Kabel VGA
Ø Fittingan keramik
Ø Toples
Ø Stopkontak
 Ã˜ Lampu pijar /TL/Halogen
Ø Dimer (600 watt)
Ø Sekring (MCB)
Ø Saklar
Ø Silikon
Ø Shock PVC (ukuran menyesuaikan)
Ø Stabilizer
Ø Tali PE

Gambar 9 : Bahan bahan untuk Lampu Dalam Air



Konstruksi Lacuda       

        
      
Gambar 10 : Konsruksi Lacuda Siap Uji kebocoran



Gambar 11: Lacuda setelah uji kebocoran

    

Gambar 12: Hasil Pembuatan Lacuda Oleh Peserta Diklat (setelah  melalui uji kebocoran dan uji keamanan)

 3.4. Instalasi Lacuda



 

 Gambar 13 : Instalasi Lacuda
Keuntungan Lacuda:
1. Cahaya relatif stabil
2. Berkas cahayanya menyebar ke semua arah
3. Dapat menjangkau area yg lebih dalam
4. Seratus persen  intensitas cahaya terserap dalam air (pada lampu diatas permukaan air ± 20 % terserap ke air, 80 % dipantulkan).
5. Warna cahayanya tidak menyilaukan
a. Lampu di atas 3 m di atas permukaan air-à mengalami penurunan luminasi pd jarak 10 m dr sumber cahaya
b. Lampu di bawah permukaan air (0-0.2 m) lebih besar dr poin (a)
c. Lampu di bawah permukaan air (10-20 cm) cocok digunakan pada bagan perahu

3.5 Merakit Lacuda
Bahan Isolator
Hal penting dalam perakitan konstruksi lampu celup dalam air adalah menciptakan serangkaian bahan bahan yang ada dimana pada bagian lampu harus dibuat sistim isolasi yang benar-benar kedap dari kebocoran air. Untuk mendapatkan konstruksi yang benar-benar kedap air diperlukan pemilihan bahan isolator yang mampu membentuklapisan yang kedap/rapat menghubungkan dua material, tetapi bahanisolator tersebut harus bersifat elastis, sehingga apabila lacuda terkena goncangan/benturan isolator tidak mengalami keretakan, yang berakibat pada kebocoran. Untuk mendapatkan konstruksi yang demikian, kita bisa memanfaatkan bahan perekat /isolator berupa jenis silicon (bahan penyambung kaca dalam pembuatan akuarium).                                       
Untuk pelaksanaan perakitan kita perlu bantuan alat penembak silicon seperti gambar berikut :
        
Gambar 14 : Bahan Isolator

Pemilihan fitingan dan steker.
Dipilih jenis fitingan yang terbuat dari keramik, karena  bahan dari jenis keramik memiliki  daya tahan terhadap panas yang lebih tinggi dibandi bahan lainnya seperti plastik atau melamin.


Gambar 15 : Fitting dan Stecker
Dimer dan skring
Dimer yang digunakan cukup dengan yang berkapasitas 600 watt, dimer memiliki fungsi untuk mengatur arus listrik yang masuk ke bola lampu. Dimerbisa untuk mengatur tingkat redup dan terangnya lacuda yang terpasang. 


Skring diperlukan sebagai pemutus aliran listrik secara otomatis jika terjadi hubungan singkat pada instalasi ataupun sebagai pemutus jika lacuda tiba tiba mengalami kebocoran.
Jadi rangkaian lacuda secara berurutan adalah dari yang paling ujung yaitu bola lampu yang telah dirakit dengan fiting dan kabelnya yang  terselubungi oleh rangkaian gelas kaca dan pelindung dari PVC dengan konstruksi kedap air, kabel terhubung dengan dimmer, dan tersambung dengan steker dan terpasang sekring/pemutus/MCB sebelum terhubung dengan sumber listrik/generator.

3.6 Menguji Kebocoran
Setelah selesai perakitan, tunggu sampai silicon benar benar kering, silicon mengalami dua tahapan tingkat kekeringan yaitu pertama kering sentuh, ini memakan waktu sekitar 10-20 menit. Pada kering tahap pertama silicon baru kering pada bagian penanampang luarnya saja, sementara  bagian yang lebih dalam masih basah. Pada tahap ini stabilitas daya rekat antara silicon dengan bahan yang terekat belum stabil, dalam kondisi ini sebaiknya instalansi Lacuda jangan dipindah-pindahkan, agar konstruksi bangunan tidak mengalami pergeseran/perubahan, sehingga akan berakibat pada kebocoran instalasi.
Tingkat kekeringan silicon tahap kedua yaitu kering secara permanent, pada tingkat kekeringan secara permanent diperlukan waktu 8 – 12 jam. Pada tahap ini lapisan bagian dalam dari silicon telah mongering permanen dan telah mencapai tingkat stabilitas maksimum.
Setelah mencapai stabilatas kekeringan maksimum lacuda sudah dapat diuji dari kebocoran. Ujicoba kebocoran tahap pertama rendam lacuba  pada kedalaman 1 m dibawah permukaan air, dengan kondisi lampu menyala. Hal ini untuk memastikan ada tidaknya kebocoran instalasi (uji kedap air). Jika ada kebocoran maka secara otomatis lampu akan putus dan padam. Bagi lampu yang kedap maka akan tetap menyala, dan biarkan didalam air selama 1-2 jam.
Untuk memastikan tingkat kekedapan terhadap air pada instalasi lacuda, lampu diturunkan lagi sampai pada kedalaman 2 m dan biarkan selama 4-6 jam. Jika dalam waktu tersebut tidak ada kebocoran maka dapat dipastikan lampu bias digunakan sebagai alat bantu penangkapan ikan.

DAFTAR PUSTAKA
Ben Yami, M. 1976. Fishing with Light. Published by Arrangement with FAO of The United Nations by Fishing News Books Ltd. Surrey. England.

Ben Yami. 1987. Fishing with Light. Roma: FAO. Cayless, M.A., Marsden, A.M. 1983. Lamps and Lighting 3th edition. London: Edward Arnold (Publisher) Ltd.

Effendi. “Lampu Celup Bawah Air (Lacuba), Lampu Pemanggil Ikan.” Web. 24 Mar. 2011

Gunarso, W. 1985. Tingkah Laku Ikan dalam Hubungannya dengan Alat, Metode dan Taktik Penangkapan. [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

 He Pingguo. 1989. Fish Behavior and its Application in fisheries. Marine Institute. Canada: Newfoundland and Labrador Institute of Fisheries and Marine Technology.

Lestari, E.T. 2001. Pengaruh Perbedaan Jenis Kap Lampu pada Pencahayaan Bagan Diesel terhadap Nilai Iluminasi Cahaya dan Hasil Tangkapan Pelagis di Perairan Carocok, Pesisir Selatan. [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Mitsugi, S. 1974. Fish Lamps In Fishing Gear and Methods. Japan: Japan International Cooperation Agency. Hal 209 – 240

Nomura, M.T dan Yamazaki. 1977. Fishing Techniques. Tokyo: Japan International Coorporation Agency.

Nurdiana. 2005. Iluminasi Cahaya Lampu Pijar 25 Watt pada Medium Utara dan Aplikasinya pada Perikanan Tangkap. [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Nybakken, J.W. (1988). Biologi Laut , Suatu Pendekatan Ekologi. Jakarta: PT. Gramedia.

Permen KP No.02/Men/2011 Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.

Pagalay, B. 1986. Perbandingan Hasil Tangkapan Bagan (Light Fishing) yang Menggunakan Beberapa Warna Cahaya di Perairan Lero (Pinrang), Sulawesi Selatan. [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Subani, W. 1983. Penggunaan Cahaya sebagai Alat Bantu Penangkapan Ikan. [Disertasi]. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut.

Subani, W., Barus, H.R. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang di Indonesia.

Sudirman, H., Mallawa, A. (2004). Teknik Penangkapan Ikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Von Brandt, A. 1984. Fishing Catching Method of The World. Fishing News Book Ltd. Farnham Surrey England Hamburg Germany.

Wanibesak, E. Spektrofotometri Sinar Tampak (visibel). 21 Februari 2011. Web. 27 Maret 2011 <http://wanibesak.wordpress.com diakses /2011/02/21

Woodhead, P.M.J. 1966. The Behavior of Fish Relation to The Light in The Sea. Oceanografy Marine Biology: Horald Barnes Edition. Rev. 4. Hal 337 – 403.






















Comments

Popular posts from this blog

Karakteristik Biologi Ikan Tuna

Bubu Lipat