LAMPU DALAM AIR
LAMPU DALAM AIR
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Sesuai dengan Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.02/Men/2011, Tentang Jalur Penangkapan Ikan Dan Penempatan Alat
Penangkapan Ikan dan Alat Bantu
Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik
Indonesia, Pasal 18 Alat Bantu Penangkapan Ikan terdiri dari Rumpon; dan Lampu;
yang selanjutnya diperjelas dalam Pasal 20 ayat (1) Lampu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18 huruf b merupakan alat bantu untuk mengumpulkan ikan dengan
menggunakan pemikat/atraktor berupa lampu atau cahaya yang berfungsi untuk
memikat ikan agar berkumpul.
Teknologi Lacuda yang sebenarnya sudah
cukup lama diperkenalkan kepada para nelayan, tetapi dalam perjalannanya
teknologi ini kurang berkembang, hal ini
disebabkan karena nelayan beranggapan bahwa teknologinya terlalu sulit dan jika
terjadi kerusakan pada Lacuda , nelayan
mengalami kesulitan untuk melakukan perbaikan. Pada sisi lain apabila nelayan
menginginkan untuk membeli Lacuda banyak mengalami kendala seperti sulitnya
mencari toko yang menjual Lacuda, selain harganya masih relative mahal.
Dengan perkembangan teknologi di
bidang material, persoalan persoalan yang dihadapi para nelayan dalam pembuatan
Lacuda dapat diatasi melalui pelatihan.
Sebagai salah satu bentuk upaya
mempercepat terwujudnya kejayaan dibidang maritim, yaitu dengan
mengaktualisasikan program Blue Economy –nya, Balai Diklat
Perikanan Banyuwangi telah mengembang dan melatihkan teknik pembuatan Lacuda dengan metode yang
disederhanakan, sehingga memungkinkan bagi para nelayan dengan memanfaatkan
material yang tersedia disekitarnya bisa membuat Lacuca dengan baik dan benar.
Sumberdaya Perikanan khususnya laut
kita, hampir di semua WPPNRI diperbolehkan menggunakan ABPI yang berupa Lampu.
Tabel dibawah ini merupakan beberapa jenis alat penankap ikan yang menggunakan
ABPI yang berupa lampu dan diperbolehkan
digunakan pada daerah penangkapan ikan sesuai Permen KP No.02/2011. Alat
bantu penangkapan ikan, ukuran selektifitas dan kapasitas API dan
ABPI dimaksud adalah dapat dilihat pada table 1 sebagai
berikut :
No
|
Alat Tangkap
|
Ukuran
Selektifitas dan
kapasitas API
|
Ukuran Lampu (Watt)
|
Ukuran Kapal
|
Jalur PI / WPP
diijinkan
|
1.
|
Pukat cincin
pelagis
kecil dengan satu
kapal
|
Mesh size >1
inch;
Tali ris atas
<300 m
|
Lampu <
4.000 watt
|
Sd 5 GT
5 sd 10 GT
|
IB, II ,III, 571,
711, 712, 713. 715, 718
|
Mesh size >1
inch;
Tali ris atas
<400 m
|
Lampu <
8.000 watt
|
10 sd 30 GT
|
II, III, 571, 711,
712, 713. 715, 718
|
||
Mesh size >1
inch;
Tali ris atas
<600 m
|
Lampu <
16.000 watt
|
30 GT Up
|
III, 571, 711, 712,
713.715, 718
|
||
2
|
Pukat cincin
pelagis
besar dengan satu
kapal
|
Mesh size >3
inch;
Tali ris atas
<700 m
|
Lampu <
16.000 watt
|
10 SD 30 GT
|
II, III, 572, 573,
714, 716,717
|
Mesh size >3
inch;
Tali ris atas
<1500 m
|
Lampu <
16.000 watt
|
30 GT Up
|
III, 572, 573, 714,
716, 717
|
||
3
|
Pukat cincin grup
pelagis besar
|
Mesh size >3
inch;
Tali ris atas
<1500 m
|
Lampu <
16.000 watt
|
30 UP
|
III, 572, 573, 714,
716, 717.
|
4
|
Bagan
berperahu
|
Mesh
size >1 mm; P
<5
m; L <5 m
|
Lampu
<2000
watt
|
< 5 GT
|
IB,571, 572, 573, 711, 712, 713, 714, 715, 716,
717, 718
|
Mesh
size >1 inch; P
<20
m; L <20 m
|
Lampu
<2000
watt
|
5 SD
10 GT
|
IB
, II, 571, 572, 573, 711, 712, 713,
714, 715, 716, 717, 718
|
||
Mesh
size >1 inch; P
<30
m; L <30 m
|
Lampu
<2000
watt
|
10 SD 30 GT
|
II,
III, 571, 572, 573, 711, 712, 713,
714, 715, 716, 717, 718
|
||
5
|
Bouke
ami
|
Mesh
size >1 inch; P<20 m; L <20 m
|
Lampu
<8000
watt
|
10 SD 30 GT
|
II,
III, 571, 572, 573, 711, 712, 713,
714, 715, 716, 717, 718
|
Mesh
size >1 inch; P<30 m; L <30 m
|
Lampu
<16000
watt
|
30 GT UP
|
III,
571, 572, 573, 711, 712, 713, 714,
715, 716, 717, 718
|
||
6
|
Bagan
tancap
|
Mesh
size >1 mm; P<5 m; L <5 m
|
Lampu
<2000
watt
|
-
|
IA,
IB, 571, 572, 573, 711, 712, 713, 714,
715, 716, 717, 718
|
7
|
Jala jatuh berkapal
(Cast nets)
|
Mesh
size >1 inch; P<20 m; L <20 m
|
Lampu
<16000
watt
|
30 UP
|
III,
571, 572, 573, 711, 712, 713, 714,
715, 716, 717, 718
|
8
|
Jermal
|
Mesh
size >1 inch; P<10 m; L <10 m
|
Lampu
<2000
watt
|
IA,
571, 572, 573, 711, 712, 713, 714,
715, 716, 717, 718
|
|
9
|
Squid
angling
|
Lampu <8000 watt
|
5 SD 10 GT, 10-30 GT, 30 GT UP
|
IB,
II, III, 571, 572, 573, 711, 712, 713,
714, 715, 716, 717, 718
|
|
10
|
Squid
jigging
|
Lampu
<8000 watt
|
10 SD 30 GT
|
II,
III, 571, 572, 573, 711, 712, 713,
714, 715, 716, 717, 718
|
Berdasarkan data luasan area yang
boleh memanfaatkan lampu sebagai alat bantu penangkapan ikan, maka kita perlu
terus memperkenalkan/melatihkan
teknologi Lacuda kepada para nelayan,
guna untuk meningkatkan efisiensi dan produktifitas usaha penangkapannya.
Lampu
sebagai salah satu alat bantu pengumpul ikan yang direkomendasikan oleh
Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam upaya meningkatkan efektifitas
kegiatan usaha penangkapan ikan. Cahaya lampu dengan berbagai tingkat kekuatan
(watt) telah terbukti mampu meningkatkan hasil tangkapan yang dilakukan oleh
nelayan. Selain kekuatan (watt), factor warna cahaya lampu yang digunakan
sebagai alat bantu penangkapan ikan juga mampu memberikan intensitas yang
berbeda beda oleh setiap warna cahaya yang dihasilkan.
Banyak
sumber cahaya yang biasa digunakan pada perikanan bagan. Misalnya petromaks,
lampu bohlam dan lampu neon. Ketiga sumber cahaya ini sebenarnya merupakan alat
penerangan yang dialihfungsikan sebagai alat bantu penangkapan ikan. Dari
ketiga jenis lampu tersebut, nelayan umumnya lebih menyukai petromaks. Hal ini karena harganya murah, awet, mudah
pengoperasiannya, mudah perawatannya dan mudah didapat. Adapun jenis lampu yang
benar-benar dikhususkan sebagai alat bantu penangkapan ikan dengan bagan
sebenarnya telah diproduksi. Lampu tersebut dinamakan Lacuba (Lampu celup bawah
air). Walaupun telah terbukti mampu meningkatkan hasil tangkapan nelayan hingga
2-3 kali lipat dibanding dengan menggunakan lampu petromaks, Lacuba bukanlah
menjadi pilihan utama dari para nelayan Indonesia, khususnya bagi nelayan
dengan ukuran perahu kecil (kurang dari 5 GT), hal ini disebabkan oleh harga Lacuba yang jauh
lebih mahal dan sulit untuk didapatkan.
Permasalahan
utama yang ada pada perikanan skala kecil yang memanfaatkan lampu sebagai alat
bantu penangkapan ikan adalah kurang terfokusnya ikan pada areal jaring
ketika alat tangkap dioperasikan,
sehingga banyak ikan yang bersifat fototaksis positif masih tersebar di luar
jangkauan disekitar areal jaring. Ikan yang tertangkap hanyalah sebagian
kecil dari ikan yang tersebar di sekitar areal jaring , yaitu ikan yang tersebar di dekat areal
jaring. Hal ini berbeda dengan cahaya Lacuba yang terfokus pada areal sekitar jaring.
Beberapa
kajian mengenai pemanfaatan cahaya lampu sebagai alat bantu penangkapan ikan telah
banyak dilakukan. Diantaranya adalah perbandingan hasil tangkapan bagan (light
fishing) yang menggunakan beberapa warna cahaya di perairan Lero (Pinrang),
Sulawesi Selatan; pengaruh beberapa jenis kap lampu pada pencahayaan bagan
diesel terhadap nilai iluminasi cahaya dan hasil tangkapan ikan pelagis di
perairan Carocok, Pesisir Selatan; iluminasi cahaya lampu petromaks pada medium
udara; dan pemusatan cahaya petromaks pada areal kerangka jaring di permukaan
air dengan menggunakan tudung berbentuk kerucut terpacung: pengaruhnya terhadap
hasil tangkapan bagan. Hasilnya dari
sekian banyak kajian , sebagian besar menunjukkan adanya pengaruh yang sangat
nyata dapat meningkatkan produksi hasil tangkapan.
1.2.
Tujuan.
Teknologi
lacuda yang selama ini dianggap sulit, diharapkan melalui pelatihan pembuatan
Lacuda dengan memanfaatkan bahan bahan yang ada di sekitar tempat tinggal
nelayan, peserta pelatihan bisa membuat lacuda dengan baik dan benar sesuai
dengan kebutuhan sebagai alat bantu penangkapan ikan.
BAB II
C A H A Y A
2.1.
Sifat Cahaya
Cahaya
merupakan suatu bentuk gelombang elektromagnetik yang dapat merambat tanpa
medium perantara. Cahaya digolongkan pada beberapa panjang gelombang dengan
kisaran yang luas. Cahaya tampak memiliki panjang gelombang berkisar 380-750 nm
dan frekuensi berkisar 3,87x1014 - 8,35x1014 Hz.12,13 Cahaya menyebar dalam
bentuk gelombang elektromagnetik dengan kecepatan pada ruang hampa mencapai
299.792.458 m/s. Hubungan antara warna dan panjang gelombang cahaya dapat
dilihat pada Tabel 2.1.
Hubungan antara warna dan panjang gelombang
cahaya dapat dilihat seperti berikut :
Tabel 2.1 Warna dan
panjang gelombang cahaya
Warna
|
Panjang gelombang
|
Ungu
|
380 - 450 nm
|
Biru
|
450 - 495 nm
|
Hijau
|
495 - 570 nm
|
Kuning
|
570 - 590 nm
|
Jingga
|
590 - 620 nm
|
Merah
|
620 - 750 nm
|
Kecepatan rambat cahaya pada suatu media seperti udara atau air
lebih kecil daripada di ruang hampa udara. Ketika cahaya merambat melalui suatu
media menuju media lainnya, frekuensi cahaya tersebut tidak berubah, tetapi
perubahan terjadi pada kecepatan rambat yang diikuti perubahan panjang
gelombangnya, karena perbandingan antara cepat rambat dan panjang gelombang harus
selalu konstan.
Dari enam warna cahaya (Tabel 2.1), cahaya warna biru dan hijau
paling dalam menembus lapisan perairan, sementara warna merah dan ungu
terabsorpsi oleh air hanya beberapa meter setelah menembus permukaan laut.
Intensitas cahaya adalah banyaknya pancaran cahaya yang jatuh pada
suatu permukaan bidang. Intensitas
cahaya sangat tergantung pada jenis sumber cahaya dan jarak antara sumber
cahaya dengan permukaan bidang. Semakin jauh jarak sumber cahaya dengan bidang,
maka intensitasnya semakin menurun. Pendugaan nilai intensitas cahaya pada
suatu kedalaman dapat ditentukan dengan Persamaan berikut ini.
Ia = Iue-kx )
Keterangan:
Ia = Intensitas di air (lux);
Iu = Intensitas di udara
(lux);
e = Konstanta Euler sebesar 2,718;
k = Koefisien pemudaran air
(m-1);
x = Jarak terhadap sumber cahaya (m)
Cahaya yang masuk ke dalam air mengalami penurunan intensitas yang
jauh lebih besar bila dibandingkan dengan udara. Hal tersebut terutama
diakibatkan adanya penyerapan cahaya oleh berbagai partikel dalam air.
Kedalaman penetrasi cahaya dalam laut tergantung beberapa faktor, antara lain
absorpsi cahaya oleh partikel-partikel air, panjang gelombang cahaya,
kejernihan air, pemantulan cahaya oleh permukaan air, serta lintang geografis
dan musim (cahaya matahari).17 Daya penglihatan ikan banyak dipengaruhi oleh
faktor-faktor tersebut.
2.2. Sensitifitas Ikan Terhadap Cahaya
Ikan mempunyai suatu kemapuan yang mengagumkan untuk dapat melihat
pada waktu siang hari dengan kekuatan penerangan ratusan ribu lux sampai dalam
keadaan hampir gelap sama sekali. Kuat penerangan ini erat hubungannya dengan
tingkat sensitifitas penglihatan ikan, dengan kata lain bahwa berkurangnya kuat
penerangan akan mengakibatkan berkurangnya jarak penglihatan ikan.
Sensitifitas mata ikan laut pada umumnya sangat tinggi. Kalau
cahaya biru-hijau yang mampu diterima mata manusia hanya sebesar 30% saja, mata
ikan mampu menerimanya sampai 75%. Retina mata beberapa jenis ikan laut dalam
bahkan dapat menerimanya sampai 90%. Pada umumnya ikan tertarik pada panjang
gelombang sekitar 450 - 570 nm, yaitu warna biru dan hijau. Sebagai referensi untuk mengetahui bagaimana
perbandingan kepekaan mata manusia dengan ikan terhadap cahaya dapat dilihat
pada Gambar 1
Gambar 1:
Perbandingan kepekaan warna antara mata ikan dan mata manusia
2.3. Reaksi Ikan Terhadap
Cahaya
Indera penglihatan pada sebagian besar ikan merupakan indera utama
yang memungkinkan terciptanya pola tingkah laku mereka terhadap keadaan
lingkungannya. Kemampuan indera mata ikan memungkinkan untuk dapat melihat pada
hampir seluruh lingkungan di sekelilingnya. Hanya suatu daerah sempit yang
tidak dapat dilihat oleh ikan. Daerah sempit tersebut dikenal sebagai dead
zone.
Penyebab tertariknya ikan oleh cahaya sebagian didasari oleh
disorientasi penglihatan ikan. Ikan
dalam keadaan lapar akan lebih mudah terpikat cahaya daripada ikan-ikan yang
tidak lapar. Ikan-ikan yang muda mempunyai ketertarikan yang lebih baik
terhadap cahaya daripada ikan-ikan yang telah tua.
Ada dua pola reaksi ikan terhadap cahaya, yaitu fototaksis dan
fotokinesis. Fototaksis merupakan gerakan spontan dari ikan untuk mendekati
atau menjauhi cahaya. Fotokinesis merupakan gerakan yang ditimbulkan oleh hewan
dalam kebiasaan hidupnya. Fototaksis
dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
(1) Fototaksis positif (photopholic) : berenang mendekati sumber
cahaya.
(2) Fototaksis negatif (photophobia) : berenang menjauhi sumber
cahaya.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi sifat fototaksis pada ikan, yaitu:
(1) Faktor internal
a. Jenis kelamin: beberapa
jenis ikan betina bersifat fototaksis negatif ketika matang gonad, akan tetapi
ikan jantan pada jenis yang sama bersifat fototaksis positif ketika matang
gonad.
b. Penuh atau tidaknya
perut: ikan yang sedang lapar lebih bersifat fototaksispositif daripada ikan
dengan perut penuh.
(2) Faktor eksternal
a. Suhu air: ikan akan
mempunyai sifat fototaksis yang kuat apabila berada pada lingkungan dengan suhu
air yang optimal (sekitar 28 ºC).
b. Tingkat cahaya
lingkungan: siang hari atau pada saat bulan purnama akan mengurangi sifat
fototaksis.
c. Intensitas dan warna
sumber cahaya: jenis ikan yang berbeda akan berbeda pula responnya terhadap
intensitas dan warna cahaya.
d. Ada atau tidaknya
makanan: beberapa jenis ikan akan bersifat fototaksis apabila terdapat makanan,
sedangkan jenis lainnya akan berkurang sifat fototaksisnya.
e. Kehadiran predator akan
mengurangi sifat fototaksis.
Peristiwa berkumpulnya ikan di bawah sumber cahaya dapat dibedakan
menjadi:
(1) Peristiwa langsung,
yaitu berkumpulnya ikan karena tertarik cahaya lampu yang digunakan atau ikan
bersifat fototaksis positif.
(2) Peristiwa tidak
lagsung, yaitu berkumpulnya ikan karena tujuan mencari makan yang disebabkan
oleh adanya plankton dan ikan kecil yang terpikat cahaya.
Ikan ternyata mempunyai penglihatan yang cukup baik untuk
membedakan warna. Ikan umumnya sangat peka terhadap cahaya yang datang dari
arah dorsal tubuhnya. Ikan akan
cenderung berorientasi ke arah kanan dari datangnya cahaya. Ikan tidak
menyukai cahaya yang datang dari
arah ventral atau bagian bawah tubuhnya.
Bila keadaan tidak memungkinkan untuk turun ke arah sumber cahaya, ikan
menyebar ke arah horizontal. Ikan yang tertarik pada cahaya pada umumnya
menyukai cahaya yang terang dan tenang. Cahaya yang tidak tenang (flickering
light) seperti petir dan lampu senter yang dihidupmatikan akan menakutkan atau
setidaknya menggangu syaraf ikan.
Pemanfaatan
2.4. Cahaya dalam Operasi Penangkapan Ikan
Pemanfaatan cahaya untuk alat bantu penangkapan ikan dilakukan dengan
memanfaatkan sifat fisik dari cahaya buatan itu sendiri. Masuknya cahaya ke dalam air sangat erat
hubungannya dengan panjang gelombang yang dipancarkan oleh cahaya tersebut.
Semakin besar panjang gelombang cahaya, maka semakin kecil daya tembusnya ke dalam
perairan.
Faktor-faktor lain yang juga menentukan menyebarnya cahaya di
dalam air adalah absorpsi (penyerapan) cahaya oleh partikel-partikel air,
kejernihan dan musim (cahaya matahari).
Dengan sifat-sifat fisik yang dimiliki cahaya dan kecenderungan tingkah
laku ikan dalam merespon adanya cahaya, nelayan kemudian menggunakan cahaya
buatan untuk mengelabuhi ikan sehingga memudahkan dalam operasi penangkapan
ikan.
Pada awal operasi penangkapan, nelayan biasanya menyalakan lampu
yang bercahaya biru untuk menarik ikan yang jauh dari jaring. Hal ini
disebabkan cahaya biru mempunyai panjang gelombang paling pendek dan daya
tembus ke dalam perairan relatif paling jauh dibandingkan warna cahaya tampak
lainnya. Setelah ikan tertarik mendekati cahaya, ikan-ikan tersebut kemudian
dikumpulkan sampai pada jarak jangkauan alat tangkap (cathability area) dengan
menggunakan cahaya yang lebih rendah frekuensinya (hijau dan kuning), secara
bertahap. Dengan sistem ini, maka operasi penangkapan ikan akan lebih mudah dan
nilai keberhasilannya lebih tinggi.
Faktor utama yang harus diperhatikan para nelayan dalam
memanfaatkan cahaya untuk membantu operasi penangkapan ikan adalah kedalaman
dan warna dari perairan itu sendiri. Hubungan kedalaman dan warna air dengan
penggunaan alat bantu cahaya dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Hubungan kedalaman dan warna air
dengan penggunaan alat bantu cahaya.
Kedalaman
(meter)
|
Warna
Laut
|
Keterangan
|
2
1 – 2,5
2 – 3,5
3 – 4,5
|
Coklat
Coklat kekuningan
Kuning kecoklatan
Kuning
|
Penangkapan dengan alat bantu cahaya, tidak
efisien untuk dilakukan
|
4 – 5,5
5 – 7
9 – 10
|
Kuning kehijauan
Hijau kekuningan
Hijau
|
Penangkapan dengan alat bantu cahaya,
kurang efisien untuk dilakukan
|
10 – 11
12 – 16
17 – 29
>30
|
Hijau kebiruan
Biru kehijauan
Biru
Biru gelap
|
Penangkapan dengan alat bantu cahaya
|
BAB III
PEMBUATAN LAMPU DALAM AIR
3.1. Jenis Lampu
Penerangan dengan lampu disebut juga
penerangan buatan, lampu menjadi elemen yang sangat vital untuk penerangan
malam hari karena kemudahan memakai lampu dibandingkan sumber cahaya lain
seperti cempluk (lampu minyak), obor, atau penerangan lain. Berbagai jenis
lampu tersedia di pasaran dan masing-masing memiliki kelebihan dan
kekurangannya sendiri. Memilih jenis lampu hemat energi, misalnya, akan
mempengaruhi keawetan (lama waktu kita memakai lampu tersebut) serta biaya
listrik operasional yang dibutuhkannya. Apa saja jenis lampu dan kelebihan
serta kekurangannya?
3.1.1. Lampu Pijar
Jenis lampu yang dikembangkan Thomas
Alfa Edison ini memakai filament tungsten yaitu semacam kawat pijar didalam
bola kaca yang diisi gas nitrogen, argon, kripton, hidrogen dan sebagainya.
Lampu ini membutuhkan lebih banyak energi dibandingkan lampu TL untuk
mendapatkan tingkat terang yang sama. Lampu pijar atau bohlam biasa ini hanya
bertahan 1000 jam atau untuk rata-rata pemakaian 10 jam sehari semalam, hanya
bertahan kira-kira 3 – 4 bulan, dan setelah itu
Gamabar2 : Lampu Pijar
kita harus membeli bohlam baru. Sebaiknya kita
memperhatikan bahwa lampu pijar memang murah, namun hanya bertahan 3-4 bulanan
saja.
Konstruksi
Komponen
utama dari lampu pijar adalah bola lampu yang terbuat dari kaca, filamen yang
terbuat dari wolfram, dasar lampu yang terdiri dari filamen, bola lampu, gas
pengisi, dan kaki lampu.
2. Gas bertekanan rendah
(argon, neon, nitrogen)
3. Filamen wolfram
4. Kawat penghubung ke
kaki tengah
5. Kawat penghubung keulir
6. Kawat
Gambar 3 : Bagian Bagian
Lampu Pijar
Bola
lampu
Selubung
gelas yang menutup rapat filamen suatu lampu pijar disebut dengan bola lampu.
Macam-macam bentuk bola lampu antara lain adalah bentuk bola, bentuk jamur,
bentuk lilin, dan bentuk lustre.[13] Warna bola lampu antara lain yaitu
bening, warna susu atau buram, dan warna merah, hijau, biru, atau kuning.[13]
Gas
pengisi
Pada
awalnya bagian dalam bola lampu pijar dibuat hampa udara namun belakangan diisi
dengan gas mulia bertekanan rendah seperti argon, neon, kripton, dan xenon atau
gas yang bersifat tidak reaktif seperti nitrogen sehingga filamen tidak teroksidasi.[1]
Konstruksi lampu halogen juga menggunakan prinsip yang sama dengan lampu pijar
biasa[1], perbedaannya terletak pada gas halogen yang digunakan untuk mengisi
bola lampu.
Kaki
lampu
Dua
jenis kaki lampu adalah kaki lampu berulir dan kaki lampu bayonet yang dapat
dibedakan dengan kode huruf E (Edison) dan B (Bayonet), diikuti dengan angka
yang menunjukkan diameter kaki lampu dalam milimeter seperti E27 dan E14.
3.1.2 Lampu TL
(Fluorescent)
Jenis lampu ini juga dikenal dengan lampu
neon. Dewasa ini lampu neon bentuknya macam-macam, ada yang bentuknya memanjang
biasa, bentuk spiral atau tornado, dan ada juga yang bentuk memanjang vertikal
dengan fitting (bentuk pemasangan ke kap lampu) yang mirip seperti lampu pijar
biasa. Lampu TL lebih hemat energi dibandingkan lampu pijar, karena lebih
terang. Untuk lampu TL yang baik (merk bagus), bisa bertahan 15.000 jam atau setara
dengan 10 tahun pemakaian, harganya juga sekitar 10x lampu pijar biasa.
Sedangkan lampu TL yang berkualitas buruk mungkin bisa bertahan 4-6 bulan saja
(dewasa ini banyak bermunculan merk lampu ‘hemat energi’ yang murah, namun kualitasnya
rendah).
Gambar 4 : Lampu TL
Lampu TL saat ini juga banyak memiliki varian dan bentuk
seperti diatas dengan fitting ulir yang biasa dipakai untuk lampu bohlam biasa.
Dengan jumlah watt (energi listrik)
yang lebih kecil, lampu TL atau neon lebih murah digunakan daripada membeli lampu
pijar biasa, dan saat ini jenis lampu TL juga bervariasi baik bentuk, fitting
pemasangan, serta warna cahayanya ada yang putih, kuning, dan warna lainnya.
Dengan keseimbangan antara harga dan lama pemakaian Warna cahaya lampu pijar
adalah: kuning netral dan putih.
3.1.3 Lampu Halogen
lampu halogen biasanya memiliki
reflektor (cermin dibelakangnya) untuk memperkuat cahaya yang keluar.
Fittingnya biasanya khusus, namun saat ini ada pula yang dengan jenis fitting
biasa. Lampu jenis ini merupakan lampu spot yang baik. Lampu spot adalah lampu
yang cahayanya mengarah ke satu area saja, misalnya lampu untuk menerangi benda
seni secara terfokus. Lampu ini baik untuk digunakan sebagai penerangan taman
untuk membuat kesan dramatis dari pencahayaan terpusat seperti menerangi patung,
tanaman, kolam atau area lainnya. Jenis lampu ini sebenarnya merupakan lampu
filament yang sudah berhasil dikembangkan menjadi lebih terang, namun juga kebutuhan
energi (watt) yang relatif sama.
Gambar 5 :Lampu Halogen
Warna cahaya lampu halogen adalah:
halogen biasa, kuning , halogen high
pressure putih
3.1.4. Lampu LED
Pengertian LED (Light Emitting Diode) dan Cara Kerjanya
Gambar 6 :
Lampu LED
Pengertian LED (Light Emitting
Diode) dan Cara Kerjanya
– Light Emitting Diode atau sering disingkat dengan LED
adalah komponen elektronika yang dapat memancarkan cahaya monokromatik
ketika diberikan tegangan maju. LED merupakan keluarga Dioda yang terbuat dari
bahan semikonduktor. Warna-warna Cahaya yang dipancarkan oleh LED tergantung
pada jenis bahan semikonduktor yang dipergunakannya. LED juga dapat memancarkan
sinar inframerah yang tidak tampak oleh mata seperti yang sering kita jumpai
pada Remote Control TV ataupun Remote Control perangkat elektronik lainnya.
Bentuk LED mirip dengan sebuah bohlam (bola lampu) yang kecil
dan dapat dipasangkan dengan mudah ke dalam berbagai perangkat elektronika.
Berbeda dengan Lampu Pijar, LED tidak memerlukan pembakaran filamen sehingga
tidak menimbulkan panas dalam menghasilkan cahaya. Oleh karena itu, saat
ini LED (Light Emitting Diode) yang bentuknya kecil telah banyak digunakan
sebagai lampu penerang dalam LCD TV yang mengganti lampu tube.
Simbol dan Bentuk LED (Light
Emitting Diode)
Gambar
7 : Bentuk dan Simbol LED
Cara
Kerja LED (Light Emitting Diode)
Seperti dikatakan sebelumnya, LED
merupakan keluarga dari Dioda yang terbuat dari Semikonduktor. Cara kerjanya
pun hampir sama dengan Dioda yang memiliki dua kutub yaitu kutub Positif (P)
dan Kutub Negatif (N). LED hanya akan memancarkan cahaya apabila dialiri
tegangan maju (bias forward) dari Anoda menuju ke Katoda.
LED terdiri dari sebuah chip
semikonduktor yang di doping sehingga menciptakan junction P dan N. Yang
dimaksud dengan proses doping dalam semikonduktor adalah proses untuk
menambahkan ketidakmurnian (impurity) pada semikonduktor yang murni sehingga
menghasilkan karakteristik kelistrikan yang diinginkan. Ketika LED dialiri
tegangan maju atau bias forward yaitu dari Anoda (P) menuju ke Katoda (K),
Kelebihan Elektron pada N-Type material akan berpindah ke wilayah yang
kelebihan Hole (lubang) yaitu wilayah yang bermuatan positif (P-Type material).
Saat Elektron berjumpa dengan Hole akan melepaskan photon dan memancarkan
cahaya monokromatik (satu warna).
Gambar 8 : P-Type dan N Type pada LED
LED atau Light Emitting Diode yang memancarkan cahaya ketika
dialiri tegangan maju ini juga dapat digolongkan sebagai Transduser yang dapat
mengubah Energi Listrik menjadi Energi Cahaya.
Warna-warna LED
Tabel 3 : warna warna LED
Bahan Semikonduktor
|
Wavelength
|
Warna
|
Gallium Arsenide (GaAs)
|
850-940nm
|
Infra Merah
|
Gallium Arsenide Phosphide (GaAsP)
|
630-660nm
|
Merah
|
Gallium Arsenide Phosphide (GaAsP)
|
605-620nm
|
Jingga
|
Gallium Arsenide Phosphide Nitride (GaAsP:N)
|
585-595nm
|
Kuning
|
Aluminium Gallium Phosphide (AlGaP)
|
550-570nm
|
Hijau
|
Silicon Carbide (SiC)
|
430-505nm
|
Biru
|
Gallium Indium Nitride (GaInN)
|
450nm
|
Putih
|
3.2. Bahan PVC
Polimer merupakan salah satu bahan
buatan yang bila ditinjau dari proses pembuatannya, dapat diklasifikasikan
dalam dua kelompok, yaitu thermoplastics dan thermosetting plastics (Smith,
1998). Thermoplastics adalah bahan polimer yang pembuatan dan
pembentukannya memerlukan panas, dan setelah temperaturnya berada di bawah
temperatur transisi gelasnya, bahan akan terbentuk sesuai dengan bentuk
cetakannya. Sifat utama bahan ini adalah sifatnya yang relatif tetap (tanpa
mengalami perubahan yang berarti), sekalipun dilakukan perubahan bentuk yang
berulang-ulang. Salah satu bahan polimer dari jenis ini adalah polyvinyl
chloride (PVC).
PVC merupakan polimer bertipe thermoplastics
yang mempunyai bentuk monomer . Bentuk ini mempunyai titik leleh (melting
point) sekitar 204 oC, dan temperatur transisi gelas antara 70 –
100 oC. Berat jenisnya antara 1.49 – 1.58 g/cm3, dan kekuatan tarik
antara 51.75 – 62.1 MPa, dengan temperatur kerja maksimum tanpa pembebanan
sebesar 110 oC.
Sifat lainnya yang penting, yang
sangat berbeda dengan bahan lain terutama logam, adalah sifat polimer yang
tergantung pada waktu. Bahan yang bersifat demikian disebut anelasticity
material (Dieter, 1981).
3.3. Bahan Isolator.
Karet
Silikon & Aplikasinya
Karet
silikon merupakan suatu elastomer (bahan seperti-karet) yang tersusun
dari silikon—polimer. Karet silicon itu
sendiri mengandung silikon bersama dengan karbon, hidrogen, dan oksigen. Karet
silikon digunakan secara luas dalam industri, dan banyak formulasinya. Karet
silicon sering kali satu- atau dua-bagian polimer, dan mungkin mengandung bahan
pengisi untuk memperbaiki sifat-sifat atau mengurangi biaya.
Karet
silicon secara umum non-reaktif, stabil, dan tahan terhadap lingkungan dan suhu
ekstrim dari −55 °C sampai +300 °C sambil masih mempertahankan sifat-sifatnya yang
berguna. Karena sifat-sifat tersebut dan mudahnya fabrikasi dan pembentukan,
karet silikon dapat ditemukan luas dalam berbagai produk, termasuk: aplikasi
otomotif; produk-produk memasak, pembakaran, dan penyimanan makanan; pakaian
seperti pakaian dalam, pakaian olah raga, dan alas kaki; elektronik; perangkat
medis dan implant;
dan perangkat keras dengan produk-produk seperti lem silikon.
Sifat-sifat
Karet silikon
menawarkan daya tahan yang baik terhadap suhu ekstrim, yang mampu beroprerasi
secara normal dari −55 °C sampai +300 °C. Pada suhu ekstrim, kekuatan meregang,
pemanjangan, daya tetes dan setelan tekanan dapat jauh lebih unggul dibandingkan
karet konvensional meskipun masih relatif rendah dibandingkan dengan bahan
lain. Karet organik memiliki kerangka karbon-karbon yang dapat meninggalkan
kepekaan mereka terhadap ozon, UV, panas dan faktor usia bahwa karet silikon
dapat bertahan dengan baik. Ini membuatnya salah satu elastomer pilihan di
banyak lingkungan ekstrim.
Dibandingkan
dengan karet organik, karet silikon memiliki kekuatan meregang sangat rendah.
Untuk alasan ini, kekhawatiran diperlukan dalam mendisain produk-produk untuk
bertahan bahkan low
imposed loads. Material ini juga sangat sensitif
terhadap lelah dari pemuatan siklik. Karet silikon suatu material sangat inert dan
tidak bereaksi dengan kebanyakan zat kimia.
Aplikasi
Setelah dicampur
dan berwarna, karet silikon dapat diekstrusi ke tabung, strip,
kabel padat
sesuai pembatasan ukuran produsen. Kabel dapat bergabung untuk membuat O-ring
dan propil diekstrusi dapat bergabung untuk
membuat segel. Karet silikon dapat dicetak ke dalam bentuk kostum dan desain.
Produsen bekerja untuk mengatur toleransi industri saat ekstrusi, memotong atau
bergabung dengan profil karet silikon.
Produk
karet silikon dapat ditemukan di setiap ruangan rumah khas. Dari aplikasi
otomotif, hingga berbagai macam produk memasak, makanan, kue, dan produk
penyimpanan pakaian, untuk pakaian dalam, pakaian olahraga, dan alas kaki,
elektronik, untuk perbaikan rumah dan perangkat keras, dan sejumlah aplikasi
yang tak terlihat. Panel surya pemanas air toleran-beku meng-eksploitasi
elastisitas silikon untuk berulang kali mengakomodasi ekspansi air pada titik
beku, sementara toleransi suhu ekstrim memberikan kurangnya kerapuhan di bawah
titik beku dan toleransi yang sangat baik suhu tinggi lebih dari 150 °C. Juga,
sifat-sifat higienisnya yang tidak memiliki kerangka karbon, tetapi sebaliknya
secara kimia memiliki kerangka silikon yang kuat, mengurangi potensinya sebagai
sumber makanan bagi bakteri berbahaya yang berasal dari air seperti Legionella.
3.4.
Alat dan Bahan
Alat
yang digunakan , tang, penggaris, pisau,
gergaji dan gunting, Tang potong, tang buaya, pisau, gunting pompa silicon,
obeng plus dan min.
Bahan
bahan Pembuatan Lacuda
Alat
yang digunakan , tang, penggaris, pisau,
gergaji dan gunting.
Bahan
yang digunakan :
Ø
Kabel
VGA
Ø
Fittingan keramik
Ø
Toples
Ø
Stopkontak
Ø
Lampu pijar
/TL/Halogen
Ø
Dimer
(600 watt)
Ø
Sekring
(MCB)
Ø
Saklar
Ø
Silikon
Ø
Shock PVC (ukuran
menyesuaikan)
Ø
Stabilizer
Ø
Tali
PE
Gambar 9 : Bahan bahan untuk
Lampu Dalam Air
Konstruksi
Lacuda
Gambar 10 : Konsruksi Lacuda Siap Uji kebocoran
Gambar 11:
Lacuda setelah uji kebocoran
Gambar 12: Hasil Pembuatan Lacuda Oleh
Peserta Diklat (setelah melalui uji
kebocoran dan uji keamanan)
3.4.
Instalasi Lacuda
Gambar 13 : Instalasi Lacuda
Keuntungan Lacuda:
1. Cahaya relatif stabil
2. Berkas cahayanya menyebar ke semua arah
3. Dapat menjangkau area yg lebih dalam
4. Seratus persen
intensitas cahaya terserap dalam air (pada lampu diatas permukaan air ±
20 % terserap ke air, 80 % dipantulkan).
5. Warna cahayanya tidak menyilaukan
a. Lampu di atas 3 m di atas permukaan air-Ã mengalami penurunan
luminasi pd jarak 10 m dr sumber cahaya
b. Lampu di bawah permukaan air (0-0.2 m) lebih besar dr poin (a)
c. Lampu di bawah permukaan air (10-20 cm) cocok digunakan pada
bagan perahu
3.5
Merakit Lacuda
Bahan Isolator
Hal
penting dalam perakitan konstruksi lampu celup dalam air adalah menciptakan
serangkaian bahan bahan yang ada dimana pada bagian lampu harus dibuat sistim
isolasi yang benar-benar kedap dari kebocoran air. Untuk mendapatkan konstruksi
yang benar-benar kedap air diperlukan pemilihan bahan isolator yang mampu
membentuklapisan yang kedap/rapat menghubungkan dua material, tetapi bahanisolator
tersebut harus bersifat elastis, sehingga apabila lacuda terkena
goncangan/benturan isolator tidak mengalami keretakan, yang berakibat pada
kebocoran. Untuk mendapatkan konstruksi yang demikian, kita bisa memanfaatkan
bahan perekat /isolator berupa jenis silicon (bahan penyambung kaca dalam
pembuatan akuarium).
Untuk
pelaksanaan perakitan kita perlu bantuan alat penembak silicon seperti gambar
berikut :
Gambar 14 : Bahan Isolator
Pemilihan fitingan dan steker.
Dipilih
jenis fitingan yang terbuat dari keramik, karena bahan dari jenis keramik memiliki daya tahan terhadap panas yang lebih tinggi
dibandi bahan lainnya seperti plastik atau melamin.
Gambar 15 : Fitting
dan Stecker
Dimer
dan skring
Dimer
yang digunakan cukup dengan yang berkapasitas 600 watt, dimer memiliki fungsi
untuk mengatur arus listrik yang masuk ke bola lampu. Dimerbisa untuk mengatur
tingkat redup dan terangnya lacuda yang terpasang.
Skring
diperlukan sebagai pemutus aliran listrik secara otomatis jika terjadi hubungan
singkat pada instalasi ataupun sebagai pemutus jika lacuda tiba tiba mengalami
kebocoran.
Jadi
rangkaian lacuda secara berurutan adalah dari yang paling ujung yaitu bola
lampu yang telah dirakit dengan fiting dan kabelnya yang terselubungi oleh rangkaian gelas kaca dan
pelindung dari PVC dengan konstruksi kedap air, kabel terhubung dengan dimmer,
dan tersambung dengan steker dan terpasang sekring/pemutus/MCB sebelum
terhubung dengan sumber listrik/generator.
3.6
Menguji Kebocoran
Setelah
selesai perakitan, tunggu sampai silicon benar benar kering, silicon mengalami
dua tahapan tingkat kekeringan yaitu pertama kering sentuh, ini memakan waktu
sekitar 10-20 menit. Pada kering tahap pertama silicon baru kering pada bagian
penanampang luarnya saja, sementara bagian
yang lebih dalam masih basah. Pada tahap ini stabilitas daya rekat antara
silicon dengan bahan yang terekat belum stabil, dalam kondisi ini sebaiknya
instalansi Lacuda jangan dipindah-pindahkan, agar konstruksi bangunan tidak
mengalami pergeseran/perubahan, sehingga akan berakibat pada kebocoran
instalasi.
Tingkat
kekeringan silicon tahap kedua yaitu kering secara permanent, pada tingkat
kekeringan secara permanent diperlukan waktu 8 – 12 jam. Pada tahap ini lapisan
bagian dalam dari silicon telah mongering permanen dan telah mencapai tingkat stabilitas
maksimum.
Setelah
mencapai stabilatas kekeringan maksimum lacuda sudah dapat diuji dari
kebocoran. Ujicoba kebocoran tahap pertama rendam lacuba pada kedalaman 1 m dibawah permukaan air,
dengan kondisi lampu menyala. Hal ini untuk memastikan ada tidaknya kebocoran
instalasi (uji kedap air). Jika ada kebocoran maka secara otomatis lampu akan
putus dan padam. Bagi lampu yang kedap maka akan tetap menyala, dan biarkan
didalam air selama 1-2 jam.
Untuk
memastikan tingkat kekedapan terhadap air pada instalasi lacuda, lampu
diturunkan lagi sampai pada kedalaman 2 m dan biarkan selama 4-6 jam. Jika
dalam waktu tersebut tidak ada kebocoran maka dapat dipastikan lampu bias
digunakan sebagai alat bantu penangkapan ikan.
DAFTAR PUSTAKA
Ben Yami, M. 1976. Fishing with
Light. Published by Arrangement with FAO of The United Nations by Fishing
News Books Ltd. Surrey. England.
Ben Yami. 1987. Fishing with
Light. Roma: FAO. Cayless, M.A., Marsden, A.M. 1983. Lamps and Lighting
3th edition. London: Edward Arnold (Publisher) Ltd.
Effendi. “Lampu Celup Bawah Air
(Lacuba), Lampu Pemanggil Ikan.” Web. 24 Mar. 2011
Gunarso, W. 1985. Tingkah Laku
Ikan dalam Hubungannya dengan Alat, Metode dan Taktik Penangkapan. [Skripsi].
Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
He Pingguo. 1989. Fish Behavior and its
Application in fisheries. Marine Institute. Canada: Newfoundland and
Labrador Institute of Fisheries and Marine Technology.
Lestari, E.T. 2001. Pengaruh
Perbedaan Jenis Kap Lampu pada Pencahayaan Bagan Diesel terhadap Nilai
Iluminasi Cahaya dan Hasil Tangkapan Pelagis di Perairan Carocok, Pesisir
Selatan. [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Mitsugi, S. 1974. Fish Lamps In
Fishing Gear and Methods. Japan: Japan International Cooperation Agency.
Hal 209 – 240
Nomura, M.T dan Yamazaki. 1977. Fishing
Techniques. Tokyo: Japan International Coorporation Agency.
Nurdiana. 2005. Iluminasi
Cahaya Lampu Pijar 25 Watt pada Medium Utara dan Aplikasinya pada Perikanan
Tangkap. [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Nybakken, J.W. (1988). Biologi
Laut , Suatu Pendekatan Ekologi. Jakarta: PT. Gramedia.
Permen KP No.02/Men/2011
Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.
Pagalay, B. 1986. Perbandingan
Hasil Tangkapan Bagan (Light Fishing) yang Menggunakan Beberapa Warna Cahaya di
Perairan Lero (Pinrang), Sulawesi Selatan. [Skripsi]. Bogor: Departemen
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.
Subani, W. 1983. Penggunaan
Cahaya sebagai Alat Bantu Penangkapan Ikan. [Disertasi]. Jakarta: Balai
Penelitian Perikanan Laut.
Subani, W., Barus, H.R. 1989. Alat
Penangkapan Ikan dan Udang di Indonesia.
Sudirman, H., Mallawa, A. (2004). Teknik
Penangkapan Ikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Von Brandt, A. 1984. Fishing Catching
Method of The World. Fishing News Book Ltd. Farnham Surrey England Hamburg
Germany.
Wanibesak, E. Spektrofotometri
Sinar Tampak (visibel). 21 Februari 2011. Web. 27 Maret 2011 <http://wanibesak.wordpress.com
diakses /2011/02/21
Woodhead, P.M.J. 1966. The
Behavior of Fish Relation to The Light in The Sea. Oceanografy Marine
Biology: Horald Barnes Edition. Rev. 4. Hal 337 – 403.
Comments
Post a Comment