LAMUN



KARAKTERISTIK DAN MOFOLOGI LAMUN

Lamun (seagrasses) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae), yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri hidup terbenam di dalam laut. Tumbuhan ini mempunyai beberapa sifat yang memungkinkannya hidup di lingkungan laut, yaitu mampu hidup di media air asin, mampu berfungsi normal dalam keadaan terbenam, mempunyai sistem perakaran jangkar yang berkembang baik, mampu melaksanakan penyerbukan dan daur generatif dalam keadaan terbenam (Den Hartog, 1970 dalam Dahuri, 2003). Lamun mempunyai perbedaan yang nyata dengan tumbuhan yang hidup terbenam dalam laut lainnya, seperti makroalgae atau rumput laut (seaweeds). Tumbuhan lamun memiliki bunga dan buah yang kemudian berkembang menjadi benih (Dahuri, 2003).
Tumbuhan lamun terdiri dari rhizoma (rimpang), daun, dan akar. Rhizoma merupakan batang yang terbenam dan merayap secara mendatar, serta berbuku-buku (Gambar 1). Pada buku-buku tersebut tumbuh batang pendek yang tegak keatas, berdaun dan berbunga, serta tumbuh akar. Dengan rhizoma dan akar inilah tumbuhan tersebut menampakan diri dengan kokoh di dasar laut sehingga tahan terhadap hempasan ombak dan arus. Lamun sebagian besar berumah dua, yaitu dalam satu tumbuhan hanya ada satu bunga jantan saja atau satu bunga betina saja. Sistem pembiakan bersifat khas karena mampu melakukan penyerbukan di dalam air dan buahnya juga terbenam di dalam air (Azkab, 2006 dalam Nainggolan, 2011).
Morfologi Lamu
Gambar 1 : Morfologi Lamun (Sumber: Azkab, 2006)

Lamun secara struktural dan fungsional memiliki kesamaan dengan tumbuhan (rumput) daratan. Seperti tumbuhan daratan, lamun dapat dibedakan kedalam morfologi yang tampak seperti daun, tangkai, akar, dan struktur reproduksi (bunga dan buah). Karena lamun hidup dibawah permukaan air baik sebagian atau seluruh siklus hidupnya, maka sebagian besar melakukan penyerbukan di dalam air. Perkembangbiakan lamun secara vegetatif tergantung pada pertumbuhan dan percabangan rhizoma (Setyobudiandi dkk, 2009).
Akar-akar lamun memiliki beberapa fungsi yang sama dengan tumbuhan daratan, yaitu untuk menancapkan tumbuhan ke substrat dan menyerap zat-zat hara. Karena lamun mendiami lingkungan perairan, maka akar-akarnya tidak berperan penting dalam mengambil air (dibandingkan dengan akar-akar tumbuhan daratan), dan zat-zat hara juga langsung diserap dari kolom air melalui daun-daunnya. Lamun mempunyai saluran udara yang berkembang di daun dan tangkainya, sehingga tidak menjadi masalah dalam mendapatkan oksigen meskipun lamun berada di bawah permukaan air (Setyobudiandi dkk, 2009).

           1. Klasifikasi Dan Jenis Lamun di Indonesia
Klasifikasi tumbuhan lamun yang terdapat di perairan pantai Indonesia adalah sebagai berikut (Setyobudiandi dkk, 2009) :
Divisi        : Anthophyta
Kelas        : Angiospermae
Subkelas  : Monocotyledoneae
Ordo         : Helobiae
Famili       : Hydrocharitaceae
Genus      : Enhalus
Spesies    : Enhalus acoroides

Genus      : Halophila
Spesies    : Halophila decipiens
Halophila ovalis
Halophila spinulosa
Halophila minor
Genus      : Thalassia
Spesies    : Thalassia hemprichii
Family      : Potamagetonaceae

Genus      : Cymodocea
Spesies    : Cymodocea rotundata
Cymodocea serulata

Genus      : Halodule
Spesies    : Halodule pinifolia
Halodule uninervis
Genus      : Syringodium
Spesies    : Syringodium isoetifolium

Genus      : Thalassodendron
Spesies    : Thalassodendron ciliatum.

Di Indonesia sampai saat ini tercatat ada 12 spesies lamun. Kedua belas jenis lamun ini tergolong pada 7 genus. Ketujuh genus ini terdiri dari 3 genus dari family Hydrocharitaceae yaituEnhalus, Thalassia dan Halophila, dan 4 genus dari family Potamogetonaceae yaitu Syringodium, Cymodocea, Halodule dan Thalassodendron (Nontji, 1987 dalam Fauziyah, 2004). Jenis-jenis lamun yang ada di Indonesia disajikan dalam Tabel 1.
No
Jenis Lamun
Deskripsi
1
Cymodocea rotundata
Spesies pionir, dominan di daerah intertidal
2
Cymodocea serrulata
Tumbuh hanya di daerah yang berbatasan dengan mangrove
3
Enhalus acoroides
Tumbuh di substrat pasir berlumpur
4
Halodule pinifolia
Spesies pionir, dominan di daerah intertidal
5
Halodule uninervis
Tumbuh pada rataan terumbu karang yang rusak
6
Halophila minor
Tumbuh pada substrat berlumpur
7
Halophila ovalis
Tumbuh di daerah yang intensitas cahayanya kurang
8
Halophila decipiens
Tumbuh pada substrat berlumpur
9
Halophila spinulosa
Tumbuh pada rataan terumbu karang yang rusak
10
Syringodium isoetifolium
Tumbuh pada substrat lumpur yang dangkal
11
Thalassia hemprichii
Tumbuh pada substrat pasir berlumpur dan pecahan karang
12
Thalassodendron ciliatum
Tumbuh pada daerah subtidal

           2. Identifikasi Jenis Lamun
Jenis Enhalus acoroides memiliki daun yang berbentuk seperti pita dengan panjang daun 200 cm dan lebar hampir 2 cm. Jenis rimpangnya tebal sampai 1 cm dan akarnya keras dan tebal dengan ukuran 0,3-0,5 cm (El Shafai, 2011). Jenis Enhalus acoroides dapat dilihat pada Gambar 2.
Enhalus acoroides
Gambar 2: Enhalus acoroides (Linneaus f.) Royle



Thalassia hemprichii memiliki panjang daun hingga 40 cm namun biasanya lebih pendek, sedangkan lebarnya yaitu 0,4-1 cm. Batangnya pendek dan tegak dengan jumlah daun yaitu 2-6 helai. Rimpangnya tebal dan ditutupi dengan daun (El Shafai, 2011). Jenis Enhalus acoroides dapat dilihat pada Gambar 3
. 
     
Gambar  3. Thalassia hemprichii (Ehrenberg) Ascherson

Panjang helai daun untuk jenis Halodule uninervis yaitu 15 cm, tapi biasanya jauh lebih pendek. Lebar daun berkisar 0,05-0,5 cm dan memiliki bentuk linier dan datar. Batangnya pendek, tegak dan vertikal, sedangkan rimpangnya kecil (El Shafai, 2011). Jenis Halodule uninervis dapat dilihat pada Gambar 4.
    
                        
Gambar 4. Halodule uninervis
Jenis Cymodocea serulata memiliki panjang daun hingga 15 cm, dan lebar 0,4-0,9 cm. Jenis ini memiliki batang pendek dengan akar yang berserat pada setiap ruas. Rimpangnya halus, warnanya bisa menjadi kuning, hijau atau coklat tergantung pada kondisi lamun dan intensitas cahaya matahari (El Shafai, 2011).. Jenis Cymodocea serulata dapat dilihat pada Gambar 5.




Gambar 5:. Cymodocea serulata Erenberg and Hemprich ex Ascherson
Cymodocea rotundata adalah jenis lamun yang hidup di perairan dangkal. Panjang helai daun Cymodocea rotundata adalah 7-15 cm, dan lebar daun yaitu 0,2-0,4 cm. Rimpangnya halus, dan memiliki 1-3 akar bercabang yang tidak teratur pada setiap ruas (El Shafai, 2011). Jenis Cymodocea rotundata dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Cymodocea rotundata

Jenis Syringodium isoetifolium adalah satu-satunya spesies dengan memiliki daun berbentuk silindris dan salah satu jenis yang paling mudah untuk di identifikasi. Panjang daun hingga 30 cm dan lebar 0,1-0,2 cm, rimpangnya halus dan memiliki 1-3 akar bercabang yang kecil. Jenis ini memiliki batang yang tegak disetiap ruas dengan 2-7 helai daun (El Shafai, 2011). JenisSyringodium isoetifolium dapat dilihat pada Gambar 7.
                               
Gambar 7. Syringodium iseotifolium (Ascherson) Dandy

3. Pola Sebaran Lamun
Kirkman (1985) dalam Argadi (2003), menyatakan bahwa zonasi sebaran lamun dari pantai kearah tubir secara umum berkesinambungan, namun bisa terdapat perbedaan pada komposisi jenisnya (vegetasi tunggal atau campuran) maupun luas penutupannya. Tumbuhan lamun tersebar luas pada perairan dangkal mulai dari utara, kawasan Artik, sampai ke sebelah selatan benua Afrika dan New Zealand. Konsentrasi sebaran tumbuhan lamun ada di daerah Indo-Pasifik dan pantai-pantai Amerika Tengah di daerah Karibia-Pasifik (Muhamaze, 2010 dalam Tuwo, 2011).
Penyebaran padang lamun di Indonesia mencangkup perairan Jawa, Sumatra, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Irian Jaya. Spesies yang dominan dan dijumpai hampir diseluruh Indonesia adalah Thalassia hemprichii (Brouns, 1985; Hutomo et al. 1988 dalam Dahuri, 2003). Luas padang lamun di Indonesia diperkirakan 30.000 km2 (Nontji, 2010 dalamTuwo, 2011). Tumbuhan lamun terdiri atas 2 famili, 12 genera dengan 49 jenis. Dari 12 genera tersebut, 7 genera diantaranya hidup di perairan tropis yaitu Enhalus, Thalassia, Thalassodendron, Halophila, Halodule, Cymodocea, dan Syringodium (Den Hartog, 1970 dalam Tuwo, 2011).

        4. Keanekaragaman Lamun
Keanekaragaman adalah suatu keragaman atau perbedaan diantara angota-anggota suatu kelompok. Suatu populasi mungkin beragam dari struktur umur, fase perkembangan atau dari segi genetik individu-individu penyusunnya (Bria, 2003). Keragaman lamun terbesar di dunia terdapat di perairan Indo-Pasifik (Denhartog, 1970). Australia merupakan daerah dengan keragaman lamun terbesar di dunia, memilki 31 jenis lamun dari 11 genus. Di perairan Asia Tenggara terdapat 16 jenis lamun dari 7 genus. 12 jenis diantaranya tersebar merata di seluruh perairan Indonesia, kecualiHalophila spinulosa dan Halophila decipiens, mempunyai penyebaran yang lebih terbatas (Tomascik et al., 1997).
Komunitas padang lamun mempunyai 3 tipe vegetasi, yaitu monospesifik (tunggal), asosiasi dua/tiga jenis dan vegetasi campuran. Vegetasi monospesifik merupakan komunitas lamun yng terdiri atas satu jenis, dan terjadi sementara sebagai fase intermediate menuju situasi yang lebih stabil (vegetasi campuran). Vegetasi campuran biasannya terdiri dari beberapa asosiasi minimal 4 jenis (Nienhuis et al., 1991).
Jenis lamun yang umumnya membentuk vegetasi monospesifik adalah Thalassia hemprichii, Thalassodendron ciliatum, Enhalus acoroides, Cymodocea sp, Syringodium isoetifolium, Halodule sp, Halophila sp (Nienhuis et al., 1991 ). Vegetasi monospesifik dari Thalassia hemprichii merupakan unit vegetasi yang paling luas sebarannya dan seringkali tumbuh dalam vegetasi campuran pada substrat yang mengalami gangguan (Rustendi, 2001 dalam Fauziyah, 2004). Asosiasi 2 jenis yang sering terjadi yaitu Enhalus acoroides dengan Thalassia hemprichii (kadang dibarengi Halodule uninervis), Cymodocea rotundata dengan Halodule uninervis, Cymodocea rotundata dengan Halophila ovalis, Halophila ovalis dengan Halodule uninervis, danThalassiahemprichii dengan Cymodocea rotundata (Nienhuis et al., 1991 dalam Fauziyah, 2005).
Suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman tinggi jika terdapat jenis yang melimpah secara merata. Jika komunitas disusun dari sejumlah kecil jenis atau hanya sejumlah kecil jenis yang melimpah maka keanekaragaman jenis dalam komunitas tersebut rendah (Brower et al., 1990 dalam Fauziyah, 2004).

         5. Habitat Lamun
Lamun dapat ditemukan pada berbagai karakteristik substrat. Di Indonesia padang lamun dikelompokkan kedalam enam kategori berdasarkan karakteristik tipe substratnya, yaitu lamun yang hidup di substrat lumpur, lumpur pasiran, pasir, pasir lumpuran, puing karang dan batu karang (Kiswara et al., 1985 dalam Hendra, 2011).
Hampir semua tipe substrat dapat ditumbuhi lamun, mulai dari substrat berlumpur sampai berbatu. Namun padang lamun yang luas lebih sering ditemukan di substrat lumpur-berpasir yang tebal antara hutan rawa mangrove dan terumbu karang. Agar proses fotosintesis berjalan optimal, lamun perlu sinar matahari yang cukup, karena itu lamun dapat tumbuh baik diperairan dangkal yang berair jernih sampai kedalam sekitar 40 m atau sampai batas cahaya matahari dapat masuk (sampai lamun dapat berfotosintesis). Lamun juga masih dapat tumbuh di perairan yang relatif keruh. Di daerah pasang surut lamun tetap dapat bertahan, meskipun daun-daunnya terjemur di terik matahari pada waktu air surut rendah yang menyebabkan daun mengering. Daun lamun yang diatas muka air boleh mengering, namun rimpang dan akarnya tetap bertahan hidup. Rimpangdan akarnya ini juga mampu menyesuaikan diri dengan berbagai tipe dasar perairan (Hutomo et al., 2009 dalam Herliandi, 2011).
Enhalus acoroides, tersebar luas terutama pada sedimen halus, tetapi dapat pula tumbuh pada substrat berbatu sedang dan besar (Hutomo, 1997 dalam Fauziyah, 2004). Enhalus acoroidesbiasanya membentuk vegetasi murni, meskipun demikian spesies ini dapat ditemukan tumbuh dekat dengan spesies lain. Enhalus acoroides hidup di zona intertidal sampai kedalaman 6 m. di daerah eulitoral enhalus acoroides mendiami daerah-daerah yang masih terendam air pada saat aor surut. Enhalus acoroides biasanya hidup berdekatan dengan mangrove (Nienhuis et. al., 1991).
Thalasia hemprichii, hidup dalam semua jenis substrat, bervariasi dari pecahan karang hingga substrat lunak, bahkan pada lumpur cair, tetapi akan menjadi dominan hanya pada substrat keras (Den Hartog, 1970 dalam Fauziyah, 2004), dan dapat membentuk vegetasi monospesifik pada pasir kasar (Nienhuis et. al., 1991 dalam Fauziyah, 2004). Thalasia hemprichii mempunyai distribusi kedalaman yang sempit, mulai daerah eulitoral bawah sampai kedalaman 5 m. di sepanjang bukit badung peninsula (Bali Selatan), Thalasia hemprichii membentuk vegetasi tunggal pada bagian kearah laut (seaward) dari hamparan karang di daerah intertidal yang mendapat tekanan dari gelombang dan kecepatan arus pasut mencapai 2 m/det (Tomascik et. al., 1997).
Cymodocea rotundata, hidup pada daerah dangkal yang tertutup pasir karang, tetapi dapat pula menjadi padat pada daerah berlumpur (Den Hartog, 1970 dalam Fauziyah, 2004). Cymodocea rotundata mempunyai toleransi tinggi pada daerah terbuka (tidak terendam air) dan paling banyak ditemukan pada daerahintertidal dengan terumbu karang yang lebar (Tomascik et. al., 1997).
Halodule uninervis, hidup pada substrat pasir halus-kasar di zona intertidal dan subtidal (Hutomo, 1997). Dibandingkan dengan Halodule pinifolia, Halodule uninervis mempunyai distribusi kedalaman yang lebar, dari daerah bawah eulitoral hingga 8-10 (Tomascik et al., 1977b). Halodule uninervis merupakan jenis pembuka/pioneer pada habitat yang terganggu antara lain oleh pengerukan bahkan oleh badai, biasanya halodule uninervis merupakan jenis pertama yang muncul (Den Hartog, 1970 dalam Fauziyah, 2004).
Syringodium isoetifolium, utamanya tumbuh pada dasar berlumpur di daerah sublitoral, dapat membentuk suatu padang rumput bawah laut. Namun jenis ini lebih sering ditemukan diantara spesies yang lebih dominan (Den Hartog, 1970). Syringodium isoetifolium ditemukan pula di daerah intertidal pada daerah dangkal di hamparan terumbu. Jenis ini hanya mampu mentoleransi kekeringan dalam waktu yang sangat singkat (Phillips and Menez, 1988 dalam Fauziyah, 2004).

        6. Fungsi Padang Lamun
Di daerah padang lamun organisme melimpah, karena lamun digunakan sebagai perlindungan dan persembunyian dari predator, menahan kecepatan arus yang tinggi dan juga sebagai sumber bahan makanan baik daunnya maupun epifit atau detritus. Lamun juga merupakan komunitas yang sangat produktif sehingga jenis-jenis ikan dan fauna invertebrata melimpah di perairan ini. Lamun jugamemproduksi sejumlah besar bahan-bahan organik sebagai substrat untuk algae, epifit, mikroflora dan fauna (Soedharma, 2007).
Ekosistem padang lamun berfungsi sebagai penyuplai energi baik pada zona bentik maupun pelagis. Detritus daun lamun yang tua didekomposisi oleh sekumpulan jasad bentik (seperti teripang, kerang, kepiting, dan bakteri), sehingga dihasilkan bahan organik baik yang tersuspensi maupun yang terlarut dalam bentuk nutrient. Nutrien tersebut tidak hanya bermanfaat bagi tumbuhan lamun, tetapi juga bermanfaat untuk pertumbuhan fitoplankton dan selanjutnya zooplankton dan juvenil ikan/udang (Dahuri, 2003).
Dari hasil penelitian para peneliti diketahui bahwa peranan lamun di lingkungan perairan laut dangkal adalah sebagai berikut:

1). Produsen Primer
Lamun mempunyai tingkat produktivitas primer tertinggi bila dibandingkan dengan ekosistem lainnya yang ada di laut dangkal seperti ekosistem mangrove dan ekosistem terumbu karang (Thayer et al., 1975). Lamun memfiksasi sejumlah karbon organik dan sebagian besar memasuki jaring makanan melalui pemangsaan langsung oleh herbivora. Sumber karbon organik lainnya adalah detritus yang terakumulasi pada permukaan sedimen pada padang lamun dan selanjutnya dimanfaatkan oleh hewan avertebrata seperti gastropoda dan bivalvia (Yamamuro et al., 1993).Oleh karena itu, ekosistem lamun sering digambarkan sebagai jaring-jaring makanan dengan dasar detritus dengan material tumbuhan yang mati menyediakan karbon organik untuk dekomposisi.

2). Habitat Biota
Lamun memberikan tempat perlindungan dan tempat menempel berbagai hewan dan tumbuh-tumbuhan (algae). Disamping itu, padang lamun (seagrass beds) dapat juga sebagai daerah asuhan, padang pengembalaan dan makanan dari berbagai jenis ikan herbivora dan ikan-ikan karang (coral fishes) serta beberapa jenis biota laut yang terancam punah yaitu dugong (Kikuchi & Peres, 1977).

3). Penangkap Sedimen
Daun lamun yang lebat akan memperlambat air yang disebabkan oleh arus dan ombak, sehingga perairan disekitarnya menjadi tenang. Penurunan kecepatan arus menyebabkan partikel-partikel berbutir halus yang tersuspensi akan mengendap, dan kemudian di stabilkan oleh sisitem akar dan rhizoma dari lamun (Ginsburg & Lowenstam 1958). Disamping itu, rimpang dan akar lamun dapat menahan dan mengikat sedimen, sehingga dapat menguatkan dan menstabilkan dasar permukaan. Jadi padang lamun yang berfungsi sebagai penangkap sedimen dapat mencegah erosi (Gingsburg & Lowenstan 1958, Thoraug & Austin, 1976 dalam Tangke 2010).

4). Pendaur Zat Hara
Lamun memegang peranan penting dalam pendauran berbagai zat hara dan elemen-elemen yang langka di lingkungan laut, khususnya zat-zat hara yang dibutuhkan oleh algae epifitik.Menurut McRoy and Barsdate (1970) dalam Fauziyah (2004), menyatakan bahwa akar zostera dapat mengambil fosfat yang keluar dari daun yang membusuk dari celah-celah sedimen. Zat hara tersebut secara potensial dapat dipergunakan oleh epifit apabila mereka berada dalam medium yang miskin fosfat.

        7. Faktor Pembatas Padang Lamun
Sejumlah parameter lingkungan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan lamun. Parameter lingkungan yang mempengaruhi distribusi dan pertumbuhan padang lamun adalah :

1). Suhu
Beberapa peneliti melaporkan adanya pengaruh nyata perubahan suhu terhadap kehidupan lamun, antara lain dapat mempengaruhi metabolisme, penyerapan unsur hara dan kelangsungan hidup lamun (Brouns dan Hiejs, 1986). Walaupun padang lamun secara geografis tersebar luas yang diindikasikan oleh adanya kisaran toleransi yang luas terhadap temperatur, pada kenyataannya spesies lamun di daerah tropik mempunyai toleransi yang rendah terhadap perubahan temperatur. Kisaran suhu optimal bagi spesies lamun adalah 28-30 0C. Kemampuan proses fotosintesisakan menurun dengan tajam apabila temperatur perairan berada di luar kisaran optimal tersebut (Dahuri, 2003). Demikian juga respirasi lamun meningkat dengan meningkatnya suhu, namun dengan kisaran yang lebih luas yaitu 5-35 0C, sedangkan pada kisaran suhu 1035 0C, produktivitas lamun meningkat dengan meningkatnya suhu (Azkab, 1999 dalam Hendra, 2011). Namun dari beberapa hasil penelitian di laporkan bahwa suhu dari 25 0C sampai 35 0C merupakan kisaran suhu yang optimum untuk fotosintesis lamun (Berwick, 1983) dalam Lefaan, 2008).

2). Salinitas
Salinits atau kadar garam yaitu jumlah berat semua garam (dalam gram) yang terlarut dalam satu liter air, biasanya dinyatakan dalam satuan  (permil) (Nontji, 1993 dalam Putri, 2004).Toleransi lamun terhadap salinitas bervariasi antar jenis dan umur. Lamun yang tua dapat mentoleransi fluktuasi salinitas yang besar (Zieman, 1993 dalam Hendra, 2011). Spesies lamun memilki kemampuan toleransi yang berbeda-beda terhadap salinitas, namun sebagian besar memilki kisaran yang lebar yaitu antara 10 dan 400/00. Nilai salinitas optimum untuk spesies lamun adalah 350/00. Salah satu faktor yang menyebabkan kerusakan ekosistem padang lamun adalah meningkatnya salinitas yang diakibatkan oleh berkurangnya suplai air tawar dari sungai (Dahuri, 2003).
Ditambahkan bahwa Thalassia ditemukan hidup dari salinitas 3,5-60 0/00, namun dengan waktu toleransi yang singkat. Kisaran optimum untuk pertumbuhan Thalassia dilaporkan dari salinitas 24-35 0/00 (Azkab, 1999 dalam Hendra, 2011). Lamun yang hidup di daerah estuari cenderung lebih toleran terhadap perubahan salinitas (Tuwo, 2011). Salinitas juga dapat berpengaruh terhadap biomassa, produktivitas, kerapatan, lebar daun dan kecepatan pulih lamun. Sedangkan kerapatan semakin meningkat dengan meningkatnya salinitas, namun jumlah cabang dan lebar daun semakin menurun (Azkab, 1999).

3). Kecepatan Arus
Tumbuhan lamun hidup pada perairan yang dangkal dan jernih, dengan sirkulasi air yang baik. Air yang bersikulasi diperlukan untuk membawa zat hara dari luar ekosistem lamun, dan membawa hasil metabolisme lamun keluar ekosistem padang lamun. Arus atau pergerakan air dapat membantu suplai unsur hara dan gas-gas terlarut pada tumbuhan lamun. Arus dapat pula menghalau sisa metabolisme dan limbah yang dapat mempengaruhi produktivitas primer dari tumbuhan lamun Hutagalung dan Rozak (1997) dalam Lefaan (2008),Produktivitas padang lamun juga dipengaruhi oleh kecepatan arus perairan. Pada saat kecepatan arus sekitar 0,5 m/detik, jenis Thallassia testudium mempunyai kemampuan maksimal untuk tumbuh (Dahuri, 2003).

4). Oksigen Terlarut (DO)
Gas oksigen terlarut adalah konsentrasi gas oksigen yang terlarut dalam air dan diperlukan oleh hampir semua bentuk kehidupan akuatik untuk proses pembakaran dalam tubuh. Menurut Hutagalung dan Rozak (1997) dalam Lefaan (2008), sumber utama oksigen dalam air laut adalah udara melalui proses difusi dan hasil fotosintesis tumbuhan air pada siang hari. Meningkatnya kandungan gas oksigen terlarut di perairan Pulau Dudepo diduga disebabkan adanya pemakaian oleh lamun untuk respirasi akar dan rhizoma, respirasi biota air, dan pemakaian oleh bakteri nitrifikasi dalam proses siklus nitrogen di padang lamun. Selanjutnya dikatakan bahwa menurunnya kadar oksigen dalam air laut dapat diakibatkan oleh kenaikan suhu air, proses respirasi, adanya lapisan minyak diatas permukaan laut, dan masuknya limbah organik yang mudah terurai ke lingkunagn laut. Kadar oksigen terlarut di perairan Indonesia berkisar 4-7 ppm.

5). Kecerahan
Keberadaan tumbuhan lamun sangat dipengaruhi penetrasi cahaya matahari, karena cahaya tersebut diperlukan untuk proses fotosintesis. Lamun membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi untuk melaksanakan proses fotosintesis. Hal ini terbukti dari hasil observasi yang menunjukkan bahwa distribusi padang lamun hanya terbatas pada daerah yang tidak terlalu dalam (Dahuri, 2003).
Namun demikian, pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa sebaran komunitas lamun di dunia masih ditemukan hingga kedalaman 90 meter, asalkan pada kedalaman ini masih terdapat cahaya matahari. Beberapa aktivitas yang dapat meningkatkan muatan sedimen pada badan air akan berakibat pada tingginya kekeruhan perairan, sehingga berpotensi mengurangi penetrasi cahaya. Hal ini dapat menimbulkan gangguan terhadap produktivitas primer ekosistem padang lamun (Dahuri, 2003).

6). Substrat
Padang lamun hidup pada berbagai macam tipe substrat, mulai dari lumpur sampai sedimen dasar yang terdiri dari endapan lumpur halus sebesar 40%. Kedalaman substrat berperan dalam menjaga stabilitas sedimen yang mencangkup 2 hal, yaitu pelindung tanaman dari arus air laut, dan tempat pengolahan serta pemasok nutrient. Kedalaman sedimen yang cukup merupakan kebutuhan utama untuk pertumbuhan dan perkembangan habitat lamun (Dahuri, 2003).









































Comments

Popular posts from this blog

Karakteristik Biologi Ikan Tuna

Bubu Lipat

LAMPU DALAM AIR