RUMPON (Fish Agregat Device/FAD)
RUMPON
Fish Aggregating Device (FAD)
Oleh
Madyunin
Email :Masyunin@rocketmail.com
1. Latar Belakang.
Indonesia telah diakui dunia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, dengan 2/3 dari wilayah kedaulatannya adalah wilayah laut dengan luas 5,8 juta km2 yang terdiri dari wilayah territorial dengan luas 3,1 km2 dan wilayah ZEEI dengan luas 2,7 km2, dan terdiri dari 17.504 pulau dan garis pantai sepanjang 81.000 km dan memiliki kandungan sumberdaya alam khususnya sumberdaya hayati (ikan) yang berlimpah dan beraneka ragan. Menurut Komnas Pengkajian Sumberdaya Perikanan Laut (Komnas Kajiskanlaut, 1998), potensi sumberdaya ikan laut di seluruh perairan Indonesia, di duga sebesar 6,26 juta ton per hatun, sementara produksi tahuanan ikan laut Indonesia pada tahun 1997 mencapai 3,68 juta ton. Ini berarti tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan laut Indonesia baru mencapai 58,80%.
Pemanfaatan sumberdaya ikan laut Indonesia di berbagai wilayah tidak merata. Di beberapa wilayah perairan masih terbuka peluang besar untuk pengembangan pemanfaatannya, sedangkan di beberapa wilayah yang lain sudah mencapai kondisi padat tangkap atau overfishing.
Hal tersebut dapat disebabkan karena pengelolaan potensi sumberdaya perikanan tidak dikelola secara terpadu. Salah satu penyebabnya adalah tidak tersedianya data dan informasi mengenai potensi sumberdaya perikanan wilayah Indonesia. Kurangnya data dan informasi menyebabkan potensi perikanan tidak dapat dimanfaatkan secara optimal dan lestari.
Keberhasilan suatu usaha penangkapan ikan tergantung pada pengetahuan yang cukup mengenai tingkah laku ikan. Beberapa jenis ikan pelagis mempunyai sifat mudah tertarik dan berkumpul di sekitar benda-benda yang terapung di laut. Bahkan ikan tuna dan cakalang sering ditemui berenang-renang mengikuti gelondong-gelondong kayu yang hanyut. Kejadian ini sering kali dimanfaatkan oleh nelayan untuk usaha penangkapan dan selanjutnya digunakan sebagai dasar pengembangan usaha perikanan dengan memanfaatkan benda-benda terapung, para nelayan yang mencari nafkah dengan menggunakan berbagai ragam alat tangkap dan alat bantu penangkapan ikan yang telah dikenal masyarakat nelayan sebagai alat pengumpul ikan atau selama ini masyarakat nelayan mengenal salah satu adalah rumpon. Alat bantu penangkapan ikan yang oleh masyarakat nelayan dikenal sebagai alat pengumpul ikan, yaitu rumpon.
2. Masalah
Masalah utama yang dihadapi dalam upaya meningkatkan hasil tangkapan ikan khususnya ikan pelagis adalah sangat terbatasnya alat bantu untuk menentukan atau mencari gerombolan ikan yang berkaitan erat dengan daerah penangkapan ikan. Seperti nelayan yang mau menangkap ikan yang berangkat dari pangkalan bukan untuk menangkap tetapi untuk mencari lokasi penangkapan terlebih dahulu baru menangkapnya sehingga selalu berada dalam ketidak pastian tentang lokasi yang potensial untuk penangkapan ikan, sehingga hasil tangkapannya juga menjadi tidak pasti.
3. Fungsi dan Manfaat Rumpon
Rumpon merupakan salah satu alat bantu untuk meningkatkan hasil tangkapan, rumpon memiliki kontruksi menyerupai pepohonan yang di pasang (ditanam) di suatau tempat di laut yang berfungsi sebagai tempat berlindung, mencarai makan, memijah, dan berkumpulnya ikan. Sehingga rumpon ini dapat diartikan tempat berkumpulnya ikan di laut, yang pada akhirnya berfungsi untuk mengefisienkan oprasi penangkapan ikan.
Dengan makin majunya teknologi, rumpon telah menjadi salah satu alternatif untuk menciptakan daerah penangkapan buatan dan manfaat keberadaannya cukup besar. Sebelum mengenal rumpon, nelayan menangkap ikan dengan cara mengejar ikan atau menangkap kelompok ikan di laut, kini dengan makin berkembangnya rumpon maka pada saat musim penangkapan, lokasi penangkapan menjadi pasti di suatu tempat. Dengan telah ditentukan daerah penangkapan maka tujuan penangkapan oleh nelayan dapat menghemat bahan bakar, karena mereka tidak lagi mencari dan menangkap kelompok renang ikan dengan menyisir laut yang luas. Nelayan di beberapa daerah telah banyak menerapkan rumpon ini.
Rumpon umumnya dipasang (ditanam) pada kedalaman 30-75 m, setelah dipasang kedudukan rumpon ada yang diangkat-angkat, tetapi ada juga yang bersfat tetap tergantung pemberat yang digunakan. Dalam praktek penggunaan rumpon yang mudah diangkat-angkat atu diatur sedemikian rupa, maka waktu menjelang akhir penangkapan, rumpon secara keseluruhan diangkat dari permukaan air dengan bantuan perahu penggerak(skoci,jukung dan canoes).
Untuk rumpon tetap atau rumpon dengan ukuran besar, tidak perlu diangkat sehingga untuk memudahkan penangkpan dibuat rumpon mini, yang pada waktu penangkpan mulai diatur begitu rupa, diusahakan agar ikan-ikan berkumpul di sekitar rumpon ara lain yang ditempuh yaitu seakan-akan meniadakan rumpon induk untuk sementara waktu dengan cara menenggelamkan rumpon induk atau rumpon induk atau mengangkat separoh dari rumpon yang diberi daun nyiur ke atas permukaan air. Terjadilah sekarang ikan-ikan yang semula berkumpul di sekitar rumpon mini dan disini dilakukan penangkapan.
Sedangkan fungsi rumpon menurut Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) adalah sebagai berikut :
a .Sebagai tempat mengkonsentrasi ikan agar lebih mudah ditemukan
gerombolan ikan dan menangkapanya.
b. Sebagai tempat berlindung bagi ikan dari pemangsanya
c. Sebagai tempat berkumpulnya ikan
d. Sebagai tempat daerah penangkap ikan
e. Sebagai tempat mencari makan bagi ikan.
f. Sebagai tempat berlindung jenis ikan tertentu dari serangan ikan predator
g. Sebagai tempat untuk memijah bagi ikan.
h. Banyak ikan-ikan kecil dan plankton yang berkumpul disekitar rumpon dimana ikan dan plankton tersebut merupaka sumber makanan bagi ikan besar.
i. Ada beberapa jenis ikan seperti tuna dan cakalang yang menjadi rumpon sebagai tempat untuk bermain sehingga nelayan dapat dengan mudah untuk menangkapnya.
Sedangkan manfaatnya adalah sebagai berikut :
a. Memudahkan nelayan menemukan tempat untuk mengoperasikan alat tangkapnya.
b. Mencegah terjadinya destruktif fishing, akibat penggunaan bahan peledak dan bahan kimia/beracun.
c. Meningkatkan produksi dan produktifitas nelayan.
Nelayan dapat mengetahui banyak ikan di daerah rumpon dengan beberapa ciri yang khas yaitu :
® Banyaknya buih-buih atau gelembung udara dipermukaan air.
® Warna air akan telihat lebih gelap dibandingkan dengan warna air disekitarnya karena banyak ikan yang bergerombol.
® Adanya burung yang berkeliaran di permukaan laut.
® Adanya gelondong-gelondong kayu yang hanyut di permukaan laut.
® Adanya kelompok ikan lumba-lumba di permukaan laut.
Buih-buih di permukaan laut akibat udara-udara yang dikeluarkan ikan, burung-burung yang menukik dan menyambar-nyambar permukaan laut dan sebagainya. Hal-hal tersebut diatas biasanya terjadi pada dini hari sebelum matahari keluar atau senja hari setelah matahari terbenam disaat-saat mana gerombolan ikan-ikan teraktif untuk naik ke permukaan laut. Tetapi dewasa ini dengan adanya berbagai alat bantu (fish finder, dll) waktu operasipun tidak lagi terbatas pada dini hari atau senja hari, siang haripun jika gerombolan ikan diketemukan segera jaring dipasang.
4. Jenis Ikan yang Tertarik pada Rumpon
Rumpon memikat berbagai jenis ikan pada berbagai kedalaman bedasarkan musim sepanjang tahun. Ikan-ikan tuna berukuran kecil biasanya mengelompok di dekat permukaan. Tuna yang lebih besar seperti Madidihang (Yellowfin tuna), tuna mata besar (bigeye tuna) dan albakora (Albacore) umumnya mengelompok didekat rumpon pada kedalaman 50 meter hingga 300 meter, terkadang juga berada di dekat permukaan khususnya pada malam hari. Ikan lainnya seperti lemadang (rainbow runner), marlin, cucut, layaran juga biasanya tertarik rumpon
Gambar 1: Ikan pelagis yang tertarik pada rumpon
5. Macam-Macam Rumpon
Berdasarkan pada posisi / letak pengumpul ikan
a. Rumpon permukaan
Rumpon laut dangkal yaitu rumpon yang dipasang pada kedalaman 20-100 meter untuk mengumpulkan jenis-jenis ikan pelagis kecil seperti : kembung, selar, tembang, japuh, layang dan lain sebagainya.
Gamabar 2: Rumpon Permukaan Tradisional
b. Rumpon laut dalam
Rumpon laut dalam yaitu rumpon yang dipasang pada kedalaman 1200 – 3000 meter untuk mengumpulkan jenis-jenis ikan pelagis besar seperti tuna, cakalang dan lain sebagainya yang berada di permukaan sampai pada kedalaman 60 meter dibawah permukaan laut. Pada posisi tertentu ikan tuna besar merupakan ikan yang dominan pada kedalaman lebih 100 meter, dibawah permukaan. Pada waktu tertentu (pagi hari dan sore hari) muncul ke permukaan perairan untuk mencari makanan. Pada kondisi ini di permukaan terdapat ikan kecil, misanya ikan layang, ikan tongkol dan lain-lainnya.
.
Bedasarkan Kemenetapan Pemasangan Rumpon
a. Rumpon Menetap(memliki jangkar / pemberat berukuran besar) sehingga tidak dapat dipindahkan dan dipasang di perairan dalam dengan kondisi gelombang besar dan arus kuat, guna memikat / mengumpulkanjenis ikan pelagis besar.
b. Rumpon yang dapat dipindahkan (terbuat dari bahan yang relatif ringan) sehingga memungkinkan untuk diangkat / dipindahkan guna memikat / megumpulkan jenis-jenis ikan pelagis kecil.
Berdasarkan Tingkat Teknologi
a. Rumpon tradisional (teknologi sederhana) bahan-bahan pembuatan murah dan mudah didapat di sekitar lokasi pemasangan, biasa digunakan untuk perikanan sekala kecil. Penggunaan rumpon tradisional ini banyak ditemukan di daerah Mamuju (Sulawesi Selatan) dan Jawa Timur. Menurut Monintja(1993) rumpon banyak digunakan di Indonesia pada tahun 1980, sedangkan Negara yang sudah mengoperasikan rumpon diantaranya Jepang,Philipina, Srilanka, Papua Nugini dan Australia. Beberapa alasan iakan sering ditemukan disekitar rumpon.
b. Rumpon modren, investasi relatif besar umumnya digunakan oleh perikanan sekala besar / industri guna memikat / mengumpulkan jenis-jenis ikan pelagis besar.
c. Berdasarkan Pemasangan dan Pemanfaatan rumpon dibagi atas 3 jenis :
- Rumpon perairan dasar
- Rumpon perairan dangkal dan
- Rumpon perairan dalam. Menurut Barus et al. (1992) menjelaskan bahwa metode pemasangan dari rumpon laut dangkal dan dalam hampir sama, perbedaannya hanya pada desain rumpon, lokasi daerah pemasangan serta bahan yang digunakan . Rumpon laut dangkal menggunakan bahan dari alam seperti bambu, rotan, daun kelapa dan batu kali. Sebaliknya pada rumpon laut dalam sebagian besa bahan yang digunakan bukan dari alam melainkan berasal dari buatan seperti bahan sintetis, plat besi, ban bekas, tali baja, tali rafia serta semen
Pemilihan tempat pemasangan rumpon harus memiliki kriteria sebagai berikut :
1). Bukan Alur lalu lintas pelayaran
2).Merupakan daerah lintasan migrasi ikan yang menjadi sasaran penangkapan.
3). Mudah untuk mencari dan mencapainya
4). Relatif dekat dengan pangkalan kapal
5). Dasar perairan relatif datar
Prinsip lain penangkapan dengan alat bantu rumpon disamping berfungsi sebagai pengumpul kawanan ikan, pada hakekatnya adalah agar kawanan ikan mudah ditangkap sesuai dengan alat tangkap yang dikehendaki. Selain itu dengan adanya rumpon, kapal penangkap dapat menghemat waktu dan bahan bakar, karena tidak perlu lagi mencari dan mengejar gerombolan ikan dari dan menuju ke lokasi penangkapan.
Desain rumpon, baik rumpon laut dalam maupun rumpon laut dangkal secara garis besar terdiri atas empat komponen utama yaitu :
(1) pelampung (float).
(2) tali (rope),
(3) pemikat (atractor)
(4) pemberat (sinker).
Tali yang menghubungkan pemberat dan pelampung pada jarak tertentu disisipkan daun nyiur yang masih melekat pada pelepahnya setelah dibelah menjadi dua. Panjang tali bervariasi , tetapi pada umumnya adalah 1,5 kali kedalaman laut tempat rumpon tersebut ditanam (Subani, 1986). Tim pengkajian rumpon Institut Pertanian Bogor (1987) memberikan persyaratan umum komponen-komponen dari konstruksi rumpon adalah sebagai berikut :
(1) Pelampung
a. Mempunyai kemanpuan mengapung yang cukup baik (bagian yang mengapung diatas air 1/3 bagian)
b. Konstruksi cukup kuat
c. Tahan terhadap gelombang dan air
d. Mudah dikenali dari jarak jauh
e. Bahan pembuatnya mudah didapat
(2) Pemikat
a. Mempunyai daya pikat yang baik terhadap ikan
b. Tahan lama
c. Mempunyai bentuk seperti posisi potongan vertical dengan arah ke bawah
e. Melindungi ikan-ikan kecil
f. Terbuat dari bahan yang kuat, tahan lama dan murah
(3) Tali temali
a. Terbuat dari bahan yang kuat dan tidak mudah busuk
b. Harganya relatif murah
c. Mempunyai daya apung yang cukup untuk mencegah gesekan terhadap benda-benda lainnya dan terhadap arus
d. Tidak bersimpul (less knot)
(4) Pemberat
a. Bahannya murah, kuat dan mudah diperoleh
b. Massa jenisnya besar, permukaannya tidak licin dan dapat
mencengkeram.
Samples dan Sproul (1985), mengemukakan teori tertariknya ikan yang berada di sekitar rumpon disebabkan karena :
Ø Rumpon sebagai tempat berteduh (shading place) bagi beberapa jenis ikan tertentu
Ø Rumpon sebagai tempat mencari makan (feeding ground) bagi ikan-ikan tertentu.
Ø Rumpon sebagai substrat untuk meletakkan telurnya bagi ikan-ikan tertentu.
Ø Rumpon sebagai tempat berlindung dari predator bagi ikan-ikan tertentu
Ø Rumpon sebagai tempat titik acuan navigasi (meeting point) bagi ikan-ikan tertentu yang beruaya.
6. Lokasi Dan Pemasangan Rumpon
Dasar Perairan
Gambar 3: . Dasar perairan curam kurang tepat untuk pemasangan rumpon.
Gambar 4: Dasar perairan yang baik untuk menanamkan rumpon (Gate, 1989)
Dasar rata yang sempit, slope yang sempit, lereng curam, Flatareas sempit, lereng tajam, menyebabkan meningkatkan potensi penempatan jangkar yang keliru, menyebabkan terjadinya kegagalan. Perhatikan gambar 1.6.
Dasar laut datar atau landai juga akan membantu mencegah jangkar terseret ke kedalaman air yang dalam ketika terjadinya tegangan geser rumpon akibat cuaca buruk. Dasar perairan yang berbentuk gunung yang curam, jurang laut, atau celah sempit harus dihindari, karena akan menyebabkan kegagalan prematur penanaman rumpon, misalnya akibat gesekan tali pada batu atau pegunungan. Rumpon bisa hilang atau bergeser jauh, jangkar bisa terseret ke dalam air yang lebih dalam, atau penanaman mungkin tidak berfungsi sesuai dengan desain yang direncanakan. Kedalaman:
Rumpon yang ditempatkan di perairan dangkal kurang dari 500 meter umumnya tidak efektif mengagregasi tuna. Selain itu, biaya penanaman rumpon meningkat sebanding dengan kedalaman, karena semakin dalam semakin panjang tali tambat yang dibutuhkan.
Rumpon yang ditanam pada kedalaman antara 1000 - 2000 m umumnya berfungsi dengan baik. Pada kondisi tertentu, kadang perlu untuk menanamkan rumpon di kedalaman yang lebih besar.
Gambar 5:Kisaran kedalaman penanaman rumpon
Berhati-hati, untuk menghindari wilayah perairan yang bercuaca buruk, dan laut yang terlalu bergelombang, untuk mengurangi nelayan untuk memperbaiki rumpon. Pada kondisi seperti ini, biaya investasi akan tinggi dibanding denngan manfaat yang dihasilkannya. Perairan yang berarus kuat harus dihindari. Pemasangan rumpon sebaiknya dilakukan pada saat cuaca dan kondisi laut sedang tenag, sehingga memperkecil resiko gegagalan dalam pemasangan. Dengan kondisi cuaca yang kurang ramah, mengakibatkan tali rumpon akan bertambah tegang dan akan menambah beban pada tali itu sendiri.
Jarak antar rumpon:
Umumnya rumpon akan mengagregasi lebih efektif jika ditempak pada jarak sekitar 4 – 5 mil laut dari terumbu karang ke arah laut. Jarak antar rumpon sekitar 10 – 12 mkil laut. Jjarak ini cukup untuk menghindari interferensi dari karang dan rumpon lainnya. Tentu saja selalu ada pengecualian. Beberapa rumpon yang ditanam lebih dekat ke pantai telah berhasil mengagregasi ikan secara efektif. Wilayah yang memiliki dasar curam (slope) tidak mungkin untuk menanam rumpon pada jarak 4 atau 5 mil laut dari pantai karena terlalu dalam. Namun demikian, ketika memilih sebuah situs baru yang belum pernah diuji sebelumnya, bila memungkinkan gunakan jarak tersebut di atas.
Gambar 6. : Jarak pemasangan rumpon.
Aksesebilitas dan Keselamatan
Rumpon harus ditempatkan agar aman untuk dicapai dari pelabuhan. Letak lokasi dan jarak dari pantai tergantung pada kondisi laut dan jarak operasi yang aman untuk perahu berukuran kecil. Nelayan sangat berpengalaman mengenai faktor dan kondisi laut disekitarnya.
Umumnya untuk meningkatkan keselamatan dengan mengonsentrasikan rumpon pada suatau wilayah yang dikenal. Namun demikian pada era saat ini justru sebaliknya , rumpon dipasang secara tersembunyi dengan tujuan agar tidak diketahui oleh nelayan yang tidak ikut serta dalam kepemilikannya. Meskipun demikian posisi rumpon yang telah terpasang akan mudah untuk dilacak oleh si pemilinya, selama pada saat pemasangan dicatat posisinya dalam peta dengan GPS.
7. Konstruksi Rumpon
Konstruksi rumpon secara umum terdiri dari, ponton dan komponen bagian atas, tali rumpon, rantai bawah dan jangkar. Perhatikan skematik rumpon pada gambar 7.
Jangkar
Gunakanlah jangkar yang terbuat dari balok semen cor dengan berat sekitar 900 kg. Tebal dan lebar balok cor seoptimum mungkin untuk meningkatkan efek cengkeram dasar perairan. Jangkar Yang berbentuk silinder atau drum bekas oli yang diisi semen kurang baik, karena akan menggeser rumpon menjauh akibat efek cuaca dan kondisi laut.
Gambar 7: Skema rumpon
Gambar 8. jangkar rupon
Rantai Bawah
Rantai baja panjang 15 meter dengan diamter 19 milimeter digunakan untuk menghubungkan jangkar ke talii rumpon. Penyambungan menggunakan segel berukuran sesuai, seperti tampak pada Gamar 9
Gambar 9: Komponen atas tali
Tali Rumpon
Tali rumpon terdiri dari dua bagian. Bagian atas dan bagian bawah. Bagian atas diameter 19 mm 8 – 12 strand bahan Nylon. Bagian bawah tali PE diameter 22 milimeter 8 atau 12 strand. Bagian bawah yang mengapung (gambar 8 komponen lengkung) harus mempu mengapungkan tali bagian bawah dari dasar laut. Tujuannya adalah untuk mengurangi gesekan dasar laut terhadap tali. Sementara bagian bawah komponen atas terbuat dari wiresehinggga akan membentuk lengung katenari (komponen lengkung). Tujuannya agar tali pelampung tidak mengambang dan untuk memperpendek atau memperpanjang. Panjang tali rumpon 25% dari kedalaman air. Panjang ini cukup aman jika kedalaman laut lebih besar dari yang diperkirakan. Ponton tidak tertarik secara vertikal dan jangkar tidak terangkat jika terjadi cuaca buruk.
Ponton
Gambar 10 : bagian atas dari rumpon
DAFTAR PUSAKA
Anonim. 2007. Klasifikasi Alat Penangkapan Ikan Indonesia. Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Balai Riset Penangkapan Laut-BRKP, 1996.Musim Penangkpan Ikan Pelagis Besar (ikan Tuna).
Gafa dan Sarjana, 1992. Pedoman Teknis Peningkatan Produksi dan Efisiensi melalui Penerapan Teknologi Rumpon. Departemen Pertanian. Badan Penlitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Jakarta 7 hal.
Jamal, M., 2003. Studi Pengguaan Rumpon untuk Meningkatkan Produksi Hasil Tangkapan gillnet dan Bubu Dasar yang dioperasikan di Perairan Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan. Lutjanus. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol 8 No.2, Juli 2003, hal 223-231
Soedharma, D. 1994. Suatu Struktur Komunitas Ikan pada Kombinasi Rumpon Permukaan dan Rumpon Dasar di Teluk Lampung. Laporan Penelitian Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hal 9-26.
Subani, W. 1972. Alat dan Cara Penangkapan Ikan di Indonesia. Jilid 1. Lembaga Penelitian Perikanan Laut, Jakarta. Hal : 85-104
Subani, W. 1986. Telaah Penggunaan Rumpon dan Payaos dalam Perikanan Indonesia Jurnal Penelitian Perikanan Laut, BPPL, Jakarta, 35: 35-45
Tim Pengkajian Rumpon Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. 1987. Laporan Akhir Survey Lokasi dan Desain Rumpon di Perairan Ternate, Tidore, Bacan dan sekitarnya. Laporan. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor.
Yusfiandayani, R. 2004. Studi Tentang Mekanisme Berkumpulnya Ikan Pelagis Kecil di Sekitar Rumpon dan Pengembangan Perikanan di Perairan Pasauran, Propinsi Banten. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Comments
Post a Comment