UPWELLING DAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN PELAGIS

 UPWELLING DAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN PELAGIS
Oleh:
 Madyunin

UPWELLING

Pengertian Upwelling
Upwelling merupakan  naiknya massa air laut dari lapisan yang lebih dalam ke lapisan permukaan. Gerakan naiknya air  ini membawa serta air yang suhunya lebih dingin, salinitas lebih tinggi, dan kaya akan zat-zat hara   ke permukaan (Nontji, 1993). Upwelling merupakan fenomena oseanografi yang melibatkan wind-driven motion yang kuat, dan biasanya membawa massa air yang kaya akan nutrien ke arah permukaan laut. Upwelling merupakan sebuah peristiwa yang berkaitan dengan gerakan naiknya massa air laut. Gerakan vertikal ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sirkulasi laut.
Gerakan vertikal ini terjadi akibat adanya stratifikasi densitas air laut, karena dengan penambahan kedalaman mengakibatkan suhu menurun dan densitas meningkat yang menimbulkan energi untuk menggerakkan massa air secara vertikal. Laut juga terstratifikasi oleh faktor lain, seperti kandungan nutrien yang semakin meningkat seiring pertambahan kedalaman. Dengan demikian adanya gerakan massa air vertikal akan menimbulkan efek yang signifikan terhadap kandungan nutrien pada lapisan kedalaman tertentu.
                                                    
Proses Terjadinya Upwelling
Angin menyebabkan pergerakan arus secara vertikal disamping arus permukaan secara horisontal. Untuk memahami pergerakan air secara vertikal tersebut, kita ingat Spiral Ekman. Transport netto lapisan permukaan (dikenal dengan Transport Ekman), adalah 900 ke arah kanan di belahan bumi utara.
Gambar Proses terjadinya Upwelling , Ekman transport memindahkan air permukaan dari sekitar pantai, air permukaan dipindahkan , akibatnya air dari bawah naik ke permukaan ini diketahui sebagai proses upwelling. Ini merupakan contoh pada pelahan bumi bagian utara.(Sumber : NOAA . 2016)

Angin yang mendorong lapisan air permukaan mengakibatkan kekosongan di bagian atas, akibatnya air yang berasal dari bawah menggantikan kekosongan yang berada di atas. Oleh karena air yang dari kedalaman lapisan belum berhubungan dengan atmosfer, maka kandugan oksigennya rendah dan suhunya lebih dingin dibandingkan dengan suhu air permukaan lainnya. Walaupun sedikit oksigen, arus ini mengandung larutan nutrien seperti nitrat dan fosfat sehingga cederung mengandung banyak fitoplankton.
Fitoplankton merupakan bahan dasar rantai makanan di lautan, dengan demikian di daerah upwelling umumnya kaya ikan. Rendahnya temperatur permukaan laut menyebabkan hilangnya panas dan mengubah iklim local. Air bawah permukaan yang dibawa ke permukaan dari kedalaman 100-200 meter kaya akan nutrien, yang mendukung pertumbuhan. Daerah upwelling ini mendukung pertumbuhan organisme laut yang menyediakan sekitar setengah perikanan dunia (Gross, 1992).
                           
Tipe - Tipe Upwelling
Setidaknya ada lima tipe upwelling yaitu coastal upwelling, large-scale wind-driven upwelling in the ocean interior, upwelling associated with eddies, topographically-associated upwelling, and broad-diffusive upwelling in the ocean interior.

Coastal Upwelling
Coastal upwelling merupakan tipe yang paling banyak memiliki hubungan dengan aktivitas manusia dan memberikan banyak pengaruh terhadapa produktivitas perikanan di dunia, seperti ikan pelagis kecil (sardines, anchovies, dll.)
Laut dalam kaya akan nutrien termasuk nitrate and phosphate, yang merupakan hasil dari dekomposisi materi organic (dead/detrital plankton) dari permukaan laut.
Ketika sampai ke permukaan, nutrien tersebut digunakan oleh fitoplankton, beserta CO2 terlarut dan dan energi cahaya matahari untuk menghasilkan bahanorganik melalui proses fotosintesis.




Gambar  : Proses terjadinya upwelling pada perairan pantai (Coastal Upwelling)

Daerah Upwelling memiliki produktivitas yang tinggi dibanding dengan wilayah lainnya. Hal ini berkaitan dengan rantai makanan, karena fitoplankton berada pada level dasar pada rantai makanan di laut. Daearah dari upwelling antara lain pantai Peru, Chile, Laut arab, western South Africa, eastern New Zealand, southeastern Brazil dan pantai California. Adapun rantai makanan di laut adalah sebagai berikut : Phytoplankton -> Zooplankton -> Predatory zooplankton -> Filter feeders -> Predatory fish Karena ini menjadi sebuah rantai makanan, ini berarti bahwa setiap spesies adalah spesies kunci dalam zona upwelling.
Bagian kunci dari oseanografi fisika yang menimbulkan coastal upwelling adalah efek Coriolis yang didorong oleh wind-driven yang derung diarahkan ke sebelah kanan di belahan bumi utara dan ke arah kiri di belahan bumi selatan.

Equatorial Upwelling
Upwelling dan downwelling juga terjadi pada lautan terbuka dimana angin meniup air permukaan untuk menyimpangkan/membelokan (memindahkan) dari wilayah (karena upwelling) atau ke daerah pertemuan (Karena downwelling). Sebagai contoh upwelling terjadi di sepanjang Katulistiwa. Ingat bahwa defleksi karena efek Coriolis berbalik arah di kedua sisi khatulistiwa. Oleh karena angin bertiup ke arah barat, angin menggerakan arus  permukaan dekat khatulistiwa mengalir ke utara pada  sisi utara khatulistiwa dan ke selatan pada sisi selatan . Air permukaan yang pindah dari khatulistiwa  digantikan oleh air upwelling. 
Fenomena yang sama terjadi di ekuator. Apapun lokasinya ini merupakan hasil dari divergensi, massa air dengan  nutrien terangkat dari lapisan bawah dan hasilnya ditandai oleh fakta bahwa pada daerah ekuator di pasifik memiliki konsentrasi fitoplankton yang tinggi.

Upwelling Katulistiwa, (A) Padagambar di atas tampak samudera dari 5 derajat  Lintang Selatan sampai 5 derajat Lintang Utara, pertemuan angina dua belahan bumi terlihat bertemu dekat katulistiwa. Akibat Ekman transport pergi dari Katulistiwa menimbulkan upwelling seperti tampak pada gambar (B)  tampak melintang  vertical dari 5 LS samapai 5 LU.     

Southern Ocean Upwelling
Upwelling dalam skala besar juga terjadi di Southern Ocean. Di sana, dipengaruhi angin yang kuat dari barat dan timur yang bertiup mengelilingi Antarctika, yang mengakibatkan perubahan yang signifikan terhadap aliran massa air yang menuju ke utara. Sebenarnya tipe ini masih termasuk ke dalam coastal upwelling. Ketika tidak ada daratan antara Amerika Selatan dengan Semenanjung Antartika, sejumah massa air terangkat dari lapisan dalam. Dalam banyak pengamatan dan sintesis model numerik, upwelling samudra bagian Selatan merupakan sarana utama untuk mengaduk material lapisan dalam ke permukaan.
Beberapa model sirkulasi laut menunjukkan bahwa dalam skala luas upwelling terjadi di daerah tropis, karena didorong tekanan air mengalir berkumpul ke arah lintang rendah dimana terdifusi dengan lapisan hangat dari permukaan.

Tropical cyclone upwelling
Upwelling juga bisa disebabkan oleh tropical cyclone yang melanda suatu wilayah laut, biasanya apabila bertiup dengan kecepatannya kurang dari 5 mph (8 km/h).

Artificial Upwelling
Upwelling tipe jenis ini dihasilkan oleh perangkat yang menggunakan energi gelombang laut atau konversi energi panas laut untuk memompa air ke permukaan. Perangkat seperti telah dilakukan untuk memproduksi plankto.

Non-oceanic upwelling
Upwelling juga terjadi di lingkungan lainnya, seperti danau, magma dalam mantel bumi. Biasanya akibat dari konveksi.

Dampak Upwelling
Sebaran suhu permukaan laut merupakan salah satu parameter yang dapat dipergunakan untuk mengetahui terjadinya proses upwelling di suatu perairan (Birowo dan Arief, 1983). Dalam proses upwelling ini terjadi penurunan suhu permukaan laut dan tingginya kandungan zat hara dibandingkan daerah sekitarnya. Tingginya kadar zat hara tersebut merangsang perkembangan fitoplankton di permukaan.
Karena perkembangan fitoplankton sangat erat kaitannya dengan tingkat kesuburan perairan, maka proses air naik selalu dihubungkan dengan meningkatnya produktivitas primer di suatu perairan dan selalu diikuti dengan meningkatnya populasi ikan di perairan tersebut.
Kandungan klorofil-a dapat digunakan sebagai ukuran banyaknya fitoplaknton pada suatu perairan tertentu dan dapt digunakan sebagai petunjuk produktivitas perairan. Berdasarkan penelitian Nontji (1974) dalam Presetiahadi, (1994) nilai rata-rata kandungan klorofil di perairan Indonesia sebesar 0,19 mg/m3, nilai rata-rata pada saat berlangsung musim timur (0,24 mg/m3) menunjukkan nilai yang lebih besar daripada musim barat (0,16 mg/m3). Daerah-daerah dengan nilai klorofil tinggi mempunyai hubungan erat dengan adanya proses penaikan massa air/ upwelling (Laut Banda, Arafura, Selat Bali dan selatan Jawa), proses pengadukan dan pengaruh sungai-sungai (Laut Jawa, Selat Malaka dan Laut Cina Selatan).
Terjadinya arus upwellling dan downwelling karena :
1. Karena posisi edar matahari di ekuator, menjadikan temperature permukaan bumi di lautan menjadi hangat. Air yang hangat ini bergerak ke arah dimana temperaturnya lebih rendah yaitu di bagian dalam lalu menyebar pergerakannya ke bagian permukaan air dibelahan terjauh dari ekuator (equatorial upwelling).
2. Pertemuan atau lebih arus di permukaan yang saling bertentangan arah. Kala pertemuan arus permukaan air itu saling bertemu, maka mau tak mau arus air dari permukaan akan bergerak ke bawah (downwelling).
3. Gerak angin yang terjadi di pesisir pantai bisa menyebabkan terjadinya upwelling dan downwelling atau mempercepat akselerasi perputaran siklus dari kedua fenomena itu (coastal upwelling and coastal downwelling) apalagi jika distimulasi oleh pengaruh celestial seperti daya gravitasi bulan dan gerak rotasi bumi yang berlawanan maupun sebaliknya.
4. Kontur permukaan dasar laut juga bisa menjadi penyebab terjadinya kedua fenomena itu, seperti terdapatnya dasar laut yang sangat curam dan menyempit dimana arus gerak air semakin cepat akselerasinya.
Gerak arus air bisa memberikan keuntungan maupun kerugian. Arus siklus upwelling maupun downwelling yang terlalu ekstrim justru bisa merugikan kelangsungan hidup suatu habitat ekosistem. Namun lewat perkembangan teknologi maritim, siklus downwelling dan upwelling justru bisa dimanfaatkan sebagai faktor pembangkit turbin bagi tenaga potensial air yang digerakkan oleh kekuatan arus serta perbedaan temperatur yang ekstrim.

DAERAH PENANGKAPAN IKAN
Pengertian shing ground.
Fishing ground atau daerah penangkapan ikan adalah suatu perairan dimana ikan yang menjadi sasaran penangkapan diharapkan dapat tertangkap secara maksimal, tetapi masih dalam batas kelestarian sumberdaya.
Sumberdaya Ikan Pelagis
Samapai saat ini sumberdaya ikan pelagis belum dimanfaatkan  secara optimal. Menurut Dahuri  (2002)  potensi ikan pelagis besar  di Indonesia sebesar 1,165 juta ton per tahun dan yang telah dimanfaatkan sebesar  736,16 ribu ton per tahun  atau 63, 17 %  dari total potensi yang ada , walaupun diberbagai perairan  menunjukkan gejala  tangkap lebih (overfishing) seperti pada perairan  Selat Malaka dan Laut Jawa.
Ikan pelagis merupakan jenis  ikan yang hidup atau menghuni perairan lapisan permukaan sampai  lapisan tengah (mid layer) . Pada daerah-daerah dimana terjadi penaikan massa air (upwelling) sumberdaya ini dapat  membentuk biomassa yang besar. Ikan pelagis umumnya senang bergerombol, baik dengan kelompoknya maupun dengan jenis  ikan lainnya, namun  terdapat kecenderungan bergerombol berdasarkan  kelompok ukurannya.
Kebiasaan makan ikan pelagis  sangat  tergantung dari struktur suhu  vertical dengan pengertian  ikan pelagis akan berenang sedikit lebih kedalam waktu suhu udara meningkat dari biasanya  (Laevastu dan Hayes, 1998).

Ikan Ikan Pelagis
Ikan cakalang termasuk dalam  family Scobridae, bergenus Katsuwonus dan spesiesnya Katsuwonus pelamis, (Linne, 1757). Ikan cakalang biasa juga disebut skipjack  tuna dan  memiliki cici-ciri morfologi seperti gambar  berikut.
Gambar Ikan pelagis besar : (Skipjeck tuna, Bluefine tuna ,Yellowfine tuna , Big eye tuna dan Albacora tuna)
       
Tingkah laku dan Penyebaran Ikan Cakalang dan Madidihang.
Distribusi ikan tuna dan cakalang di laut sangat ditentukan oleh beberapa factor , baik  factor internal ikan itu sendiri maupun factor ekternal  dari lingkungan.  Faktor internal meliputi  jenis  (genetis), umur dan ukuran, serta tingkah laku (behaviore). Perbedaan genetis ini menyebabkan perbedaan dalam morfologi, respon fisiologi dan daya adaptasi terhadap lingkungan. Faktor ekternal merupakan factor lingkungan, diantaranya adalah  parameter oceanografi  seperti suhu, salinitas,  dan lapisan kedalaman thermoklin , arus dan sirkulasi masa air. , oksigen dan kelimpahan makanan.
Kedalaman renang tuna dan cakalang  bervariasi  tergantung jenisnya. Umumnya tuna dan cakalang tertangkap  pada kedalaman 0- 400 meter. Salinitas perairan  yang disukai berkisar  32 – 35 ‰ atau diperairan oseanik . Suhu perairan berkisar  antara 17 -  31 C.
Menurut Lavastu dan Hole (1978)  kisaran salinitas optimum   bagi beberapa  jenis tuna  antara lain yelolow fine tuna 18 – 38 ‰, bluefine tuna 18 – 38 ‰ , Albakora Tuna 33,65 35,18 ‰ . Poskal (1953) menyebutkan bahwa  salinitas yang disenangi  skipjack  berkisar antara 32-35 ‰.
Pada kenyataannya cakalang dan tuna  jarang terdapat  pada  perairan dengan kadar salinitas rendah, seperti di perairan pantai. Di Hawaii cakalang banyak  dijumpai  pada  perairan bersalinitas  34,8 -34 ‰, sedangkan di Jepang hasil tangkapan cakalang meningkat  pada salinitas  35 ‰  (Walldron, 1963). Konsentrasi oksigen hampir tidak ada pengaruhnya  terhadap penyebaran horizontal  tuna dan cakalang, sebab dipermukaan lautan selalu jenuh dengan oksigen.
Fosfat fosforus (PO4-P) mempengaruhi penyebaran tuna dan cakalang, sebab fosfat fosforus mempengaruhi kesuburan  perairan, yang berarti mempengaruhin kelimpahan ketersediaan makanan tuna dan cakalang . Nayasi dan Mori (1986)  mendapatkan 65 family ikan  pada stomach yellowfine tuna yang tertangkap di laut Pasifik Barat, Tengah dan Timur. Hal ini sebagai petunjuk  bahwa tuna dan cakalang  terdapat diperairan  yang banyak menyediakan  makanan (perairan subur).
Tuna cakalang banyak  ditemukan diperairan dengan  tingkat kecerahan tinggi, dimana mangsanya terlihat dengan jelas. Menurut Blackburn (1965) usaha perikanan tuna dan cakalang  sangat baik dilakukan di  perairan dengan tingkat  kecerahan  15 meter samapai dengan 35 meter.  Di perairan Indonesia timur tingkat kecerahan dibeberapa  fishing ground  berkisar antara 10-30 meter.
Berikut ini beberapa parameter oseanografi  hasil pengukuran dibeberapa lokasi  penangkapan tuna dan cakalang :
1). Perairan Maluku suhu permukaan  berkisar 26 – 30 C, kecerahan 20-30 meter, salinitas 33-35  ‰ , kadar oksigen  2-4 ml/l (Huae, 1975)
2). Kakiey (1985), menyatakan bahwa tuna dan cakalang di perairan Ambon  dan Maluku Utara  tertangkap pada  perairan bersuhu permukaan 27-30C dan kecerahan  pada 17 -28 meter.
3). Marta, GS dan Suhendrata, T (1984) menyatakan bahwa  pada fishing ground tuna dan cakalang di perairan Sorong memiliki suhu permukaan laut antara   26-31C.
Madidihan (Thunua Alacares)  tersebar hampir diseluruh perairan Indonesia. Panjang madidihan  bisa mencapai lebih dari 2 meter. Jenis tuna ini menyebar diperairan  dengan suhu  berkisar 17-31C dengan suhu optimum antara 19-28C, sedangkan suhu yang baik untuk penangkapan  adalah berkisar antara 20 - 28C (Dalam Lavastu dan Hela 1987).
Di perairan Indonesia  juga terdapat  seumua jenis tuna kecuali  tuna sirip biru utara dan tuna sirip hitam. Tuna sirip iru utara adalah ikan penghuni samudra Pasifik dan Atlantik, sedangkan tuna sirip hitam hanya penghuni samudra Atlantik (uktolseja at al, 1998).
Uktolseja at al (1987) , mengatakan bahwa  jenis tuna pada pertumbuhannya  mengalami penyesuaian  dengan habitatnya, pada ukuran kecil  ikan tuna cenderung hidupnya bergerombol dan terdapat pada lapisan permukaan air,  kemudian semakin besar ukuranya  akan bergerak ke lapisan  air yang lebih dalam (sub surface) dan hidupnya lebih soliter.
Madidihan bersifat epipelagis dan oceanis yang menyukai perairan  di atas dan di bawah  lapisan thermoklin. Perubahan suhu yang tinggi mengakibatkan madidihan meninggalkan lapisan tersebut. Suhu air yang sesuai berkisar antara 18 – 31 C , penyebaran secara geografis secara umum di dunia  terdapat disenua  perairan tropis dan sub tropis  antara 40 LU sd 40LS kecuali Laut Mediteran (Uktolseja  et al, 1988). Umumnya tuna bisa hidup di daerah pertemuan dua arus (upwelling), konvergensi dan dipergensi yang merupakan daerah berkumpulnya plankton. Kadar garam yang disenangi tuna sekitar 34 ‰ , temperature optimum  15 -30 C . Kedalaman renang optimum  Thunus  alalunga 80 meter, Thunus albacares  57 meter  dan Thunus obesus 58 meter.
Tuna merupakan salah satu  jenis ikan pelagis  yang dalam kelompok ruayanya  akan muncul sedikit di atas  lapisan termoklin pada siang hari dan  dan akan  beruaya ke lapisan permukaan pada  sore hari. Pada malam hari akan menyear di lapisan permukaan dan termoklin dan padfa saat mata hari terbit akan berada kembali diatas  lapisan thermoklin (Lavastu dan Hela , 1970).
Matsumoto et al. (1984) dalam penelitiannya  menyatakan bahwa  hasil tangkapan long liner , tuna tersebar menurut lapisan  air dengan cakalang (Katsuwonus pelamis) menempati lapisan teratas (permukaan) diikuti dengan blue fin tuna (Thunus macoyii) di lapisan bawahnya, kemudian berturut turutYellowfine tuna (Thunus albacares), big eye tuna (Thunus obesus dan albacore tuna (Thunus alalunga). Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada table berikut :
Jenis Tuna
Suhu Optimum ( C)
Lapisan renang (meter)
Skipjeck tuna
20-24
0-40
Bluefine tuna
14-21
50-300
Yellowfine tuna
20-28
0-200
Big eye tuna
17-23
50-400
Albacora tuna
14-22
20-300
Sumber : Hela and Lavastu (1970)
Ikan Cakalang memiliki tingkah laku (behaviore) sebagai ikan pelagis yang hidup bergerombol dalam jumlah yang besar (shcoling).  Menurut nakamura (1989) shcoling tuna  biasanya bterdiri dari  ikan yang berukuran sama walaupun terdapat dalam satu erombolancampuran antara dua  spesies atau lebih.. Hali ini mungkin disebabkan kerena ikan yang berukuran lebih kecil tidak memiliki kemampuan kecepatan renang untuk mengikuti ikan yang lebih besar.
Selanjutnya dikatakan bahwa  hal-hal yang menyebabkan ikan bergerobol adalah disebabkan karena :
-    Sebagai perlindungan dari predator
-    Mencari dan menangkap mangsanya
-    Memijah pada waktu musim dingin, beruaya dan bergerak serta adanya pengaruh dari factor sekelilingnya/lingkungan.
Ayodya (1975) mengatakan bahwa  untuk menemukan gerombolan cakalang  ada beberapa petunjuk antara lain :
-    Adanya burung yang menukik dan menyambar di permukaan laut.
-    Adanya ikan yang meloncat loncat ke atas permukaan
-    Mengikuti  gerakan kayu hanyut, beruaya bersama ikan paus    dan sebagainya.
Nikcolsky (1963), cakalang bermigrasi secara bergerombol , karena mencari perairan yang kaya  akan makanan, mencari tempat untuk memijah, dan tempat terjadinya  perubahan beberapa factor  lingkungan perairan seperti  suhu air, salinitas dan arus.
Populasi ikan cakalang yang dijumpai  diperairan Indonesia bagian timur  sebagian besar  berasal adari Samudera Pasifik yang memasuki perairan  ini mengikuti arus. Perairan Indonesia secara geografis  terletak antara Samudera Pasifik deng an Samudera Hindia , oleh kerena itu  sebagian besar ikan ikan yang ada di kedua samudre tersebut juga  terdapat di Indonesiatermasuk diantaranya tuna dan cakalang.
Laut Sulawesi dan laut Maluku merupakan daerah penyebaran tuna dan cakalang. Diantaranya jenis  tuna dan cakalang yang terdapal di lndonesia, jenis madilihang (Thunnus albacares) rnerupakan ienis yang paling dorninan. Dari hasil tangkapan rawal tuna di perairan lndonesia antara tahun 1950 - 1970. lemyata hasil tangkapan didominasi madidihang sebesar 66,6% kernudian disusul tuna mata besar 24.1% dan Albacora 2,7 % (Ayodhyoa,1978). Kenyataan ini juga diperkuat oleh pendapat Suhendrab dan Bahar (1986) hasil tangkapan rawai tuna Jepang tahun 1967-1981 di perairan yang sarna juga didominasi rnadidihang, yaitu sebesar 65.7 % dari total hasil tangkapan tuna PT. Ferikanan Samudra Besar sejak tahun 1975 - 1985 juga didominasi madidihang dengan rata-rata setbp tahunnya yaitu 63,8 % dari total hasil tangkapan.

Faktor-Faktor Oseanografi  yang Mempengaruhi Keberadaan Ikan
Faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap keberadaan  sumber daya ikan di suatu perairan. Secara umum  diketahui bahwa  sebaran kelimpahan ikan  berhubungan erat dengan  karakteristik lingkungannya.
a.  Suhu Permukaan Laut
Salah satu parameter oceanografi  yang mencirikan  massa air di lautan adalah suhu. Massa air  yang terdapat di laut  berbeda-beda karakteristiknya dari satu  tepat dengan tempat lainnya. Untuk menandai  berbagai karakter  massa air tersebut dipakai parameter suhu sebagai indicator .
Sebaran suhu pada perairan Indonesia  pada dasarnya dapat dibedakan  menjadi tiga  lapisan yaitu Lapisan Hangat (homogenious layer) di lapisan atas ,merupakan lapisan yang memiliki suhu hangat (sekitar 28 C) yang homogeny sampai pada lapisan kedalaman 50-70 metet. Lapisan termokline (discontinuity layer) dilapisan tengah dimana suhu menurun dengan cepat dan terdapat pada kedalaman 100 -200 m. Lapisan dingin (deep layer) dilapisan dalam merupakan  lapisan dengan suhu dingin biasanya kurang dari 5 c pada kedalaman lebih dari 1000 m (Nontji, 1993).
Faktor lain yang mempengaruhi suhu yaitu kondisi meteorology , arus permukaan, ombak, upwelling, divergensi, konvergensi dan perubahan  bentuk es di daerah kutub. Faktor meteorology disini yang berpengaruh adalah  curah hujan, kelembaban udara, penguapan, suhu udara , kecepatan angina, dan intensitas mata hari.
Suhu perairan sangat mempengaruhi pertumbuhan ikan, aktifitas dan mobilitas gerakan, ruaya, penyebaran, kelimpahan, penggerombolan,  maturasi, fekunditas,  pemijahan, masa inkubasi,  dan penetasan telur serta kelulushidupan larva ikan. Perubahan suhu perairan di atas suhu normal atau di atas suhu optimal menyebabkan penurunan aktifitas gerakan  dan aktifitas makan serta menghambat berlangsungnya proses pemijahan. Pada umumnya semakin bertambah besar dan semakin tua ikan, ada kecenderungan menyukai dan mencari perairan dengan suhu yang lebih rendahdi perairan yang lebih dalam.
Untuk meramalkan hasil tidaknya dalam penangkapan ikan  harus memperhatikan :
-    Suhu optimum dari semua jenis ikan yang akan kita tangkap.
-    Pengamatan hidrografi dan meteorology untuk  mendapatkan keterangan tentang  isothermal permukaan perairan
-    Perubahan hidrografi harus dapat diramalkan.
Suhu perairan berpengaruh alngsung terhadap kehidupan laut. Pengaruh tersebut meliputu  laju fotosintesis tumbuh-tumbuhan  dan proses fisiologi hewan, khususnya proses metabolism dan siklus reproduksi  ikan mempunyai kisaran suhu  optimum untuk hidup. Pengetahuan  tentang suhu optimum ini  akan bermanfaat  dalam meramalkan  keberadaan kelompok ikan, sehingga dapat dengan mudah dilakukan penangkapan.
b.  Salinitas
Sebaran salinitas dilaut dipengaruhi beberapa factor, seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran sungai. Salinitas  dilaut terbuka sangat bervariasi  antar 33-37 dengan nilai rata-rata 35 ‰ . Pada  perairan dasar homogeny sampai lapisan dasar, dengan salinitas dan suhu yang homogen.
Nilai salinitas air laut akan semakin besar  dengan bertambahnya kedalaman. Perubahan salinitas terbesar pada kedalaman 100-1000 m. daerah dimana terjadi perubahan salinitas yang cepat disebut  lapisan Haloklin.  Berdasarkan pola distribusi salinitas  secara vertical, kolom perairan dibedakan menjadi  empat lapisan/zona yaitu :
1)  Zona permukaan, zona ini tercampur dengan baik, dengan ketebalan 50-100 m dan memiliki nilai salinitas yang seragam.
 2) Zona dimana terjadi  perubahan salinitas  secara relative besar dan disebut Zona Haloklin.
3). Zona dengan salinitas yang seragam dan berada dibawah lapisan haloklin, hingga  kelapisan dasar alut.
 4). Zona 600-1000 m, dimana nilai salinitas menjadi minimum.
                                    
c.  Arus
Arus merupakan gerakan air  yang mengakibatkan perpindahan masa air secara horizontal . Angin mendorong perpindahan air permukaan sehingga menghasilkan  suatu gerakan arus horizontal yang sangat lambat yang mampu mengangkat suatu volume air  yang sangat besar melintasi jarak yang jauhdi lautan.  Arus ini mempengaruhinpenyebaran organisme laut dan juga menentukan pergeseran daerah biogeografi melalui  perpindahan air hangat ke daerah yang lebih dingin dan sebaliknya.(Nybakken, 1992).
Daerah fishingroun yang baik biasanya  berlokasi di daerah perbatasan /pertemuan dua arus (Konvergensi dan divergensi) dan phenomena oceanografi lainnya, bukan saja  merupakan perbatasan penyebaran bagi ikan tetapi juga menjadikan penyebab berkumpulnya ikan. Dari pengamatan pengamatan yang dilakukan,  ikan cenderung berkumpul  pada lapisan isotherm tertentu dan padapertemuan dua arus tertentu yang memiliki  perbedaan suhu horizontal yang jelas menjadi pembatas bagi penyebarannya spesies-spesies tertentu.
Menurut Nontji 1993, volume transport air yang menuju ke Laut Banda  pada musim barat cukup besar dan tidak sebanding dengan yang keluar  lewat Laut Maluku, Laut Seram dan Laut Arafura.  Sebagai konsekwensi langsung, air di Laut Banda ini akan menumpuk dan akhirnya akan tenggelam  dan hanya  bisa lari keluar ke Samudera Hindia  pada kedalaman 1000 m lewat celah sempit di Palung Timor. Dan sebaliknya pada musim timur begitu banyak air yang terangkut keluar,  dari laut Banda  menuju Laut Flores dan Laut Timor sehingga terjadi kekosongan  yang tak sepenuhnya dapat tergantikan  oleh air permukaan sekitarnya. Sebagai akibatnya air dari lapisan bawah  sekitar 125-300 m  naik ke permukaan, inilah yang dikenal dengan air naik (Upwelling) yang mengangkat  air yang kaya zat hara dari lapisan dalam ke permukaan  hingga membuat Laut Banda subur.
d.    Klorofil-a
Klorofil-a merupakan salah satu pigmen fotosintesis yang paling penting bagi organisme yang ada di perairan . Ada tiga klorofil yang dikenal hingga saat ini yaitu, klorofil –a , klorofil-b dan klorofil-c. Disamping itu ada beberapa jenis pigmen penting dalam fotosintesis, seperti karotin dan xantofil. Dari pigmen tersebut klorofil-a merupakan  pigmen yang paling umum terdapat pada  fitoplankton, oleh karena itu  konsentrasi fitoplankton  sering dinyatakan dalam konsentrasi klorofil-a (Parson et al, 1984).
Kecepatan pertumbuhan bahan organic dalam proses fotosintesis pada satu luasan tertentu dari perairan dikenal dengan produktifitas primer perairan. Di laut fitoplankton memegang peranan penting sebagai produsen primer. Oleh karena itu klorofil-a fitoplankton sering dinyatakan sebagai indek  produktivitas biologi lingkungan oseanik yang dikaitkan dengan produksi ikan. Konsentrasi klorofil-a yang tinggi lebih dari 2,0 mg/mdapat menopang perkembangan perikanan komersial.
Konsentrasi klorofil-a di lautan memiliki nilai yang berbeda  secara vertical, dimana hal ini dipengaruhi oleh  factor-faktor oseanografi seperti  suhu permukaan laut, angina, arus dan lain lain. Fluktuasi nilai tersebut dapat diamati secara langsung atau dengan menggunakan teknologi pengindraan jarak jauh (indraja). Konsentrasi klorofil-a disuatu perairan  dapat memberikan rona laut yang khas sehingga  melalui metode indraja  dengan wahana satelit, konsentrasi pigmen tersebut dapat diduga.
Data indraja memiliki kelebihan yaitu bisa mengukur nilai klorofil-a yang mencakup daerah yang luas, yang dilakukan secara serentak dalam waktu yang bersamaan (sinoptik). Hal ini berguna untuk  mengatasi perubahan klorofil secara temporal.



Pustaka
Ayodhyoa AU. 1981. Metode Penangkapan Ikan . Yayasan Dewi Sri Bogor.
Birowo S. 1979. Kemungkinan terjadinya Upwelling di Laut Flores dan Teluk Bone Lembaga Oseanografi Nasional LIPI Jakarta.
Dahuri R, 2001 menggali Potensi Kelautan dan Perikanan  dalam rangka Pemulihan  Ekonomi  Menuju Bangsa yang Maju, Makmur dan Berkeadilan
Hela I dan T  Lavastu. 1970 . Fisheries Oceanography. Fishing News (Books) Ltd. London.
Ilahude AG. 1999. Pengantar Oseanografi Fisika . LP3O LIPI, Jakarta.
Tadjuddah M.2005 . Analisis Daerah penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) dan Madidihang (Thunus albacares) dengan Menggunakan  Data Satelit di Perairan Kab. Wakatobi Sulawesi Tenggara . Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor (Thesis)
Nontji A, 1993 Laut Nusantara Penerbit Jambatan Jakarta
Uktolseja JCB. 1987. Estimated Growth Parameter and Migration of Skipjack Tuna-Katsuwonus pelamis in the Eastern Indonesian Water Through Tagging Experiments. Jurnal penelitian Perikanan Laut No. 43 Tahun 1987. Balai Penelitian Perikanan Laut , Jakarta.

Comments

Popular posts from this blog

Karakteristik Biologi Ikan Tuna

Bubu Lipat

LAMPU DALAM AIR